My Facebook

not shown

Arti Sebuah Cerita

Pernah dengarkan cerita-cerita hikayat rakyat yang berbentuk legenda dan mitos? Indonesia yang terdiri dari berbagai suku bangsa punya banyak sekali cerita hikayat, soalnya masing-masing daerah punya cerita sendiri-sendiri.

Arsitek Mimpi

Tahun 2009 gue pulang ke rumah orang tua gue untuk beristirahat, sekalian menyembuhkan keadaan gue setelah cukup lama keluar masuk rumah sakit.

Resep Masakan dan Kue

Kumpulan resep-resep favorit gue yang sudah dimodifikasi dan diracik dari dapur sendiri, bisa dilihat di halaman Hobi. Silahkan mencoba!

Mengenai Penyesatan

Ada banyak sekali aliran keyakinan dan sekte di dunia, dan beberapa diantaranya yang menggemparkan dunia dibahas di blog ini. Tulisan terdiri dari tiga bagian, bagian pertama dan kedua membahas aliran sesat yang berujung maut. Tulisan ketiga membahas aliran yang dianggap sesat dan sedang berkembang dewasa ini.

Ada Yang Sama?

Terkadang kita menemukan dua hal yang persis sama pada suatu kesempatan, baik itu nama, wajah, tanggal lahir dll. Akhir-akhir ini gue menemukan beberapa hal yang kebetulan menyamai diri gue yang gue bahas disini.

Sabtu, 01 Desember 2012

Mengenai Penyesatan (Bag. 3)


Sebuah kereta melaju dengan cepat, kereta tersebut penuh berisi jiwa-jiwa yang tersesat yang menemukan jalan mereka di rute perjalanan kereta tersebut. Kereta berjalan dan berhasil menerabas melewati gerbang-gerbang yang tidak tampak. Gerbang yang tak tampak tersebut adalah perumpamaan untuk ajaran-ajaran agama, etika dan norma yang diterabas oleh kelompok aliran sesat. Kereta tersebut terus bergerak maju, bahkan mobil-mobil pun sudah berhenti ketika kereta lewat memotong jalanan mereka. Sehingga, kereta pun akhirnya tiba pada perlintasan dimana terdapat gerbang-gerbang yang kasat mata atau terlihat. Gerbang kasat mata tersebut adalah perumpamaan untuk hukum dan aturan yang berlaku di masyarakat, dimana ketika kereta menerabasnya berarti sudah terjadi pelanggaran yang harusnya bisa ditindaklanjuti. Gerbang kasat mata adalah gerbang dimana terdapat para korban aliran sesat, gerbang dimana jika tidak ada tindakan maka akan ada lebih banyak korban jika kereta terus melaju. Gerbang tersebut adalah ketika kereta mendapatkan hasil nyata berupa suratan tertulis yang sudah mengubah realitas dan takdir seseorang atau sekelompok orang. Ketika kereta sudah melewati gerbang yang kasat mata, maka laju kereta akan berada di titik dimana kereta tidak bisa kembali lagi (point of no return). Titik dimana konsekuensi yang ditimbulkan oleh kereta tersebut harus diterima dan tidak dapat diperbaiki lagi. Kereta yang sudah  melewati gerbang kasat mata akan terus melesat maju melewati gerbang-gerbang kasat mata berikutnya sampai akhirnya mendekati gerbang yang terakhir. Kalau gerbang yang terakhir tersebut berhasil dilewati, tidak ada lagi yang bisa menghentikan kereta, karena dibalik gerbang tersebut adalah fisik atau tubuh dari semua jiwa-jiwa yang terdapat pada kereta tersebut yang akan terhantam oleh laju kereta. Gerbang terakhir terdiri dari dua pintu, dimana pintu yang kanan bertuliskan World dan pintu yang kiri bertuliskan Earth. Seakan-akan menyiratkan simbol bahwa ketika gerbang dibuka, maka dunia akan terpisah dari fisiknya yaitu bumi. Gerbang dipegang oleh dua orang, yang perempuan dikiri dan yang laki-laki dikanan. Kereta bisa melewati gerbang tersebut setelah menerima hasil nyata berupa suratan tertulis akan apa yang menjadi konsekuensi tindakannya yang mengubah realitas dan takdir yang dibutuhkan untuk membuka gerbang tersebut, sehingga gerbang terlepas ikatannya. Yang laki-laki akan membuka gerbang kekanan, dan yang perempuan akan membuka gerbang kekiri agar kereta bisa segera lewat.  Padahal, setelah gerbang terlewati, kereta akan segera menyiapkan pertunjukan akhirnya, dimana di balik gerbang tersebut, tubuh dari jiwa-jiwa yang ada di kereta sudah dipersiapkan untuk menyambut hantaman dari kereta setelah gerbang terbuka. Kalau gerbang tidak juga dibuka, maka hantaman demi hantaman akan dilancarkan oleh kereta tersebut sampai gerbang terbuka, dimana setiap hantaman berarti akan jatuh korban, yaitu tubuh-tubuh dibalik gerbang yang terkena dampak hantaman tersebut. Setelah tubuh mereka hilang, maka hanya ada jiwa-jiwa mereka yang terkunci didalam kereta kesesatan menuju tujuan akhir dari kereta tersebut. Ilustrasi  atas Kompleksitas Aliran Sesat.

Di bagian terakhir ini gue ga akan menjelaskan apa-apa saja aliran yang dianggap sesat yang sedang berkembang dewasa ini, tapi langsung ke bagian analisanya saja. Kalau ingin mengetahui aliran-aliran tersebut, coba cek saja YouTube channel gue disini untuk yang luar negeri dan disini atau disini untuk yang dalam negeri.

Sebelumnya, kita sudah membahas bahwa ketika hubungan kepada Tuhan YME sudah dimanipulasi sehingga seseorang menganggap individu lain atau dirinya dapat berperilaku sebagai pemberi dan penerima perwujudan keinginan Tuhan, seseorang tersebut akan mengubah ekspektasi kepada orang lain menjadi sebagai pemberi sesuatu dari Tuhan, atau orang lain sebagai penerima sesuatu dari Tuhan melalui dirinya atau individu lainnya. Seseorang dengan mudahnya melihat orang lain atau dirinya sebagai penerima (get) dan pemberi (give) solusi atas nasib dan takdir mereka atau orang lain. Bahkan, mereka akan berpikir bahwa untuk memberi maka mereka harus mau menerima (kalau tidak menerima maka tidak bisa memberi). Makanya, ekspektasi Get and Give ini mampu menempatkan individu lain atau dirinya sebagai perantara (orang tengah) dalam sebuah hubungan (kepada Tuhan atau kepada orang lain) yang ikut menentukan nasib atau takdir orang lain atau dirinya. Karena sebagai penghubung langsung dengan nasib dan takdir, dimana perantara menawarkan sesuatu atau solusi, maka peran perantara dapat menjadi besar dan membuat orang menjadi takabur. Apalagi dengan asumsi bahwa tawaran yang mereka terima ditujukan untuk memberi. Terkadang petunjuk dan perkataan dari perantara malah dijadikan pegangan akan perbuatan-perbuatan yang dilakukan dalam sebuah hubungan, dan bukan petunjuk dan perkataan dari substansi atau zat yang dituju oleh hubungan tersebut (Tuhan YME atau orang lain). Perantara membelokkan dan memutus hubungan yang seharusnya terjadi melalui tawaran-tawaran yang diberikan.

Sebagai perantara, seseorang bisa memberikan (give) dengan cara berpartisipasi, melakukan pengorbanan, pengucapan, memberitahukan, memperlihatkan, membayar, menguji dan menghukum sesuatu hal kepada orang lain sebagai perilaku yang menjawab suatu permasalahan dan mendapat pembenaran karena memberi adalah hal yang baik. Seorang perantara kemudian juga bisa mendapatkan (get) dengan cara mengambil, menerima, menyetujui, menyambut, mengabulkan, penyesuaian, pengiyaan dan penyimpulan sesuatu hal dari orang lain sebagai  perilaku yang menjawab suatu permasalahan dan mendapat pembenaran karena menerima ditujukan untuk hal yang baik (memberi). Pada akhirnya, perilaku Get and Give ini menjadi dialog dikehidupan sehari-hari, dimana benar atau tidaknya sebuah perilaku dan selesai atau tidaknya permasalahan tidak akan menjadi masalah, karena pada kelompok aliran sesat, kecenderungan berpikir positif dan pengaruh uang dan kekuasaan berbicara lebih banyak. Ditengah uang dan kekuasaan, mengucapkan dan memberitahukan yang benar atau yang salah dan kemudian memelintirnya, akan semudah membalikkan telapak tangan. Akibatnya, dialog get and give tersebut akan terus berputar tanpa henti karena tidak adanya landasan dan dasar (seperti ajaran agama, aturan hukum, norma dan adat) yang digunakan dalam memecahkan permasalahan. (Kalau diibaratkan sebagai komputer, maka ketika terjadi looping yang terus menerus tanpa menyentuh base case, maka akan ada blue screen yang menandakan sistem crashed dan harus di shutdown, atau bisa juga prosedur  exception handling dijalankan sehingga sistem harus dishutdown setelah melakukan ritual pembersihan yang diinginkan.)

Dalam perkembangannya dewasa ini, aliran-aliran yang dianggap sesat juga masih melakukan pola yang sama. Mereka memanipulasi ekspektasi hubungan kepada Tuhan YME dari para pengikutnya. Hal ini dilakukan dengan membentuk opini-opini yang harus dibenarkan oleh pengikutnya dengan memaksakan informasi dan kondisi yang terkontrol, dan kemudian harus diwujudkan sebagai realitas oleh para pengikutnya. Gue akan menerangkan bentuk-bentuk penyesatan tersebut dan cara-cara mereka berdasarkan pengamatan gue sendiri dari aliran-aliran sesat (dianggap sesat) yang banyak berkembang dewasa ini sekaligus dengan ilustrasinya.


Pembentukan Opini

Sebelum opini dibentuk dengan bujukan dan rayuan, pengikutnya harus berada pada kondisi dimana persepsi(panca indra) dijadikan pijakan berpikir mereka. Hal tersebut dilakukan dengan mempermasalahkan dan membanding-bandingkan penilaian atas kondisi fisik dan ekonomi seseorang atau lingkungan sehingga membuat persepsi(panca indra) menjadi pijakan cara berpikir. Ketika orang berpijak pada persepsi fisik dan material, mereka akan menjadi subjektif, yang memicu perilaku atas apa, siapa dan dimana subjeknya akan menentukan benar atau tidaknya suatu perbuatan dilakukan. Mereka juga akan cenderung membenarkan berdasarkan konteks yang dibangun oleh persepsi indra mereka. Setelah menjadikan persepsi sebagai pijakan mereka, pengikutnya juga harus ditinggikan ego dan perasaannya dengan sanjungan atau meyakinkan bahwa dirinya spesial terhadap orang lain, bahwa mereka bisa mempunyai arti yang lebih, memberi yang lebih untuk orang lain. Egoisme juga dibentuk dengan memperlihatkan inferioritas orang lain/lingkungan, menampilkan kelemahan dan kekurangan  orang lain/lingkungan, sehingga superioritas dirinya meningkat. 

Setelah ego dan perasaan sudah tinggi, dan persepsi digunakan sebagai landasan berpikir, opini yang dangkal tapi tidak berdasar pun dapat dimasukkan yang akan menjadi acuan perbuatannya kemudian. Perbuatan yang kemudian dilakukan adalah dengan bentuk Get and Give yang sudah dijelaskan diatas. Perbuatan yang berdasarkan opini dan bukan opininya itu sendiri yang kemudian membangun/mengubah realitas. Dan karena opini yang dibuat adalah sesat, maka kelompok aliran sesat berkeinginan mengubah takdir setiap orang menjadi takdir yang tidak baik dan menerima takdir tersebut dengan suka cita (keikhlasan menerima takdir yang tidak baik akibat perbuatan-perbuatan sesat tanpa adanya usaha perlawanan).     

Supaya lebih jelasnya, gue lontarkan sebuah ilustrasi yang menimpa seorang korban bernama Alisa, (nama rekaan) yang sedang berusaha disesatkan oleh para pengikut aliran tertentu, dan seorang pengikut aliran sesat, IS, yang baru masuk dan sebenarnya adalah korban juga. Alisa sudah berumah tangga, sedangkan IS baru saja bercerai. Ketika opieni akan digunakan untuk mempengaruhi realitas, maka IS akan dipengaruhi dulu cara berpikirnya dengan perbincangan mengenai penilaian kondisi fisik atau psikologis seseorang. IS akan diarahkan menggunakan persepsi dia sebagai sebuah nilai, tentunya untuk menghilangkan nilai ajaran, nilai norma, nilai adat dan etika yang dia miliki sebelumnya selama bermasyarakat. Misalnya saja dengan penilaian yang "baik" hasil dari persepsi atas kondisi fisik, seperti: "Lisa tuh cantik ya, harusnya dia punya pasangan yang putih dan tinggi", atau "seharusnya dia berpasangan dengan orang baik-baik", yang bermaksud mengarahkan IS mencacat pasangan Alisa yang sekarang. Jika IS setuju, maka IS sudah terjebak pada pandangan sempit yang menggunakan persepsi dan subjektivitas untuk merusak hal yang sakral seperti pernikahan. Apalagi, yang dipakai untuk menilai adalah fisik atau psikologis seseorang (yang merupakan anugrah), serta perilakunya, bukan dari sudut pandang yang bagus-bagusnya dari seseorang tersebut, melainkan yang jelek-jeleknya saja. (Kejujuran dan mengungkapkan kebenaran juga mempunyai batasan dan tidak bisa diumbar begitu saja).

-----------------------------------
Off the topic, gue ingin membicarakan ajaran heboh mengenai wanita oleh Pak MT tahun 2010 lalu di salah satu channel TV, dimana seakan-akan perilaku seseorang tidak bisa dirubah, dan pria tidak usah bertanggung jawab penuh pada perilaku para wanitanya. Setauk gue, menurut hadist di agama gue sendiri, yang dipakai sebagai alasan seorang pria menikahi perempuan adalah bukan hal yang jelek-jeleknya, tapi hal yang bagus-bagusnya dari perempuan tersebut, dan merupakan preferensi dari si pria tersebut untuk memilih mau yang bagus dihal mananya yang bisa saja relatif  menurut dia. Gue rasa hal itu juga untuk mengangkat derajat wanita, karena ga bisa mengharapkan wanita perfect diseluruh hal (makanya didasarkan pada preferensi) atau perfect di satu hal (makanya didasarkan pada suatu hal yang relatif). Yang relatif berarti yang berhak menilai adalah subjek yang bersangkutan, yaitu pria itu sendiri dengan takarannya sendiri, dan bukannya menggunakan penilaian dengan hal yang sangat spesifik dan ditentukan. Dengan preferensi dan lebarnya kriteria untuk memilih, jelas sekali kalau agama gue memberikan kebebasan dan menghormati dan menghargai keberagaman anugrah yang dimiliki setiap individu (perempuan ada yang mendapat anugrah kekayaan, ada yang mendapat anugrah kecantikan, ada yang anugrahnya kedudukan keluarganya dan ada yang anugrahnya adalah keyakinan agama yang kuat dan semua kriteria tersebut tingkat visibilitasnya tinggi, artinya, tanpa harus berdekatan dengan si wanita pun hal-hal tersebut dapat dinilai dengan mata telanjang). Hal itu juga menegaskan pentingnya nilai-nilai ajaran dan aturan yang dimiliki seorang pria dalam mengambil keputusan.  Jadi, yang gue tangkep dari ajaran agama gue tersebut adalah, pria dibolehkan memilih kriteria yang mana yang akan dia jadikan acuan. Kalau seorang pria ingin yang cantik, ya seperti apa cantik tersebut adalah persepsi dia sendiri (gue ga melihat ada yang salah dengan preferensi akan "tampilan luar" tersebut, asalkan dia sendiri yang menilai kecantikan yang dia inginkan). Kalau ingin yang beriman, ya keimanan seperti apa yang cukup untuk dia, dia yang mengukur apa yang dia inginkan. Kalau ingin yang kaya, ya usaha dia sendiri untuk mencari tauk apa si perempuan cukup kaya untuk dia (Nabi Muhammad SAW memilih istri pertamanya karena juga kekayaannya). Makanya untuk dapat menilai seperti itu, seorang pria harus cukup dewasa untuk menikah sehingga dia dapat menggunakan pengetahuan dan nilai-nilai yang dia miliki. Ketika dia sudah tauk kriteria yang dia inginkan dan hal tersebut terlihat pada diri seorang perempuan, maka kalau mau melakukan sesuatu atas perempuan yang bukan haknya tersebut, hal yang pertama dia harus lakukan adalah mendapatkan hak tersebut. Setelah dia mempunyai hak tersebut, misalnya dengan menikahinya, barulah si pria boleh memaksakan sebuah kriteria yang spesifik dengan membimbing wanita yang dia pilih tersebut kearah yang menurut dia benar, baik dari hal perilakunya atau agamanya. (Karena agama gue membolehkan poligami, maka istri yang bisa dibimbing dengan baik adalah yang lebih diutamakan). Kalau belum apa-apa konsekuensi keinginan yang spesifik tersebut sudah dibebankan kepada wanitanya, lalu dimana peran seorang pria sebagai pemimpin? Di agama gue, kemampuan pria untuk memimpin berbagai macam kalangan dan perilaku, dilatih mulai dari memimpin wanitanya. Kita toh butuh pemimpin yang kuat yang mau menanggung resiko dan berjiwa besar (coba deh pikirkan, negeri ini mau dibawa kemana ketika teknologi aja kita tertinggal jauh, lalu kemudian manusianya dibuat lemah karena berpikir subjektif dan sempit). Perlu dicatat pula bahwa didalam kriteria diatas tidak termasuk anugrah kemampuan mencari nafkah, pria bertanggung jawab penuh dalam hal menafkahkan keluarganya. 

Nah, kalau orang-orang seperti IS yang menilai berdasarkan perkataan orang lain, maka ini sudah termasuk penilaian oleh publik, apalagi memaksa Lisa untuk mendapatkan seperti yang persepsi IS inginkan padahal Lisa cuma seorang perempuan dan kenyataan kalau sudah terjadi pernikahan dimana ikatan tersebut harus dihormati.    
--------------------------------------------

Setelah persepsi yang fisik dijadikan landasan, untuk membesarkan ego, IS diberikan sebuah informasi mengenai kesalahan atau kelemahan Lisa yang berhubungan dengan masalah di keluarga Lisa. "Eh, si Lisa tuh ga begini dan ga begitu loh, payah si Lisa itu", dan kemudian IS pun menerima informasi tersebut dan merasa bahwa dia bisa berbuat lebih kepada Lisa karena merasa ada yang "kurang" dari Lisa.  Setelah itu, IS yang merasa dirinya berhasil dibimbing agamanya dengan baik oleh kelompok tersebut mendapat opini bahwa "Jangan tunggu sampai sempurna ilmu, ibadah dan amalan untuk melakukan aksi-aksi kebaikan, aksi-aksi menegakkan hukum Tuhan. Langsung saja melakukan aksi-aksi atas nama Tuhan, yang pentingkan niatnya." Sehingga IS merasa bahwa dia mempunyai kelebihan keyakinan (agama) dimana yang lebih itu bisa ditransfer ke Alisa. Sekarang, IS merasa dia bisa berbuat lebih berdasarkan keyakinan yang baik. Kemudian, karena IS tauk Lisa sedang mempunyai masalah keluarga, IS pun menerima opini "yang baik", bahwa seseorang harus terbuka akan masalahnya agar dia menjadi lebih ringan. Sehingga, sebagai bentuk persetujuan atas opini tersebut, IS menceritakan pada Lisa mengenai masalah di keluarga IS sendiri yang sebenarnya tabu untuk diceritakan. IS bertujuan "baik" agar Lisa menjadi nyaman dan mau menceritakan masalah di keluarganya.  Dari sini, IS yang merasa dia bisa berbuat lebih berdasarkan keyakinan yang baik, mendapat jalan untuk berbuat berdasarkan apa yang dia rasakan baik. Padahal, IS tidak sadar, bahwa keyakinan agama dialah yang menjadi target dan bukan Alisa dengan perbuatan yang dia lakukan. IS terjebak pada perilaku get and give, dimana dia menyampaikan perihal keluarganya kepada Alisa (give) untuk mendapatkan cerita perihal keluarga Alisa (get).             

Sekarang, coba bandingkan kelakuan IS ini dengan menggosip ala ibu-ibu (rata-rata perempuan suka menggosip termasuk gue). IS membicarakan hal yang terlarang, karena dia sudah dimanipulasi untuk memperlakukan hal terlarang tersebut sebagai tindakan yang baik dan benar hanya karena hal tersebut bertujuan baik. Sementara, ibu-ibu penggosip tauk dan sadar mereka membicarakan hal yang terlarang tapi tetap mereka lakukan karena ga kuat akan godaan untuk menggosip. Ketika ditegur, maka akan lebih sulit berbicara dengan IS, ketimbang berbicara dengan ibu-ibu penggosip. IS akan sangat defensif bahwa hal yang dia lakukan adalah benar, sedangkan ibu-ibu penggosip biasanya hanya mengangguk-angguk saja (mereka ngerti mereka salah), walaupun diam-diam lanjut dengan gosipnya setelah yang menegur pergi (pengalaman pribadi).  Keyakinan SI sudah diselewengkan karena menganggap apa yang dia lakukan bukan pelanggaran, sedangkan ibu-ibu penggosip masih memegang keyakinan bahwa yang mereka lakukan adalah salah dan sebuah pelanggaran. Makanya, ibu-ibu penggosip bergunjing secara sembunyi-sembunyi karena takut yang digosipin mendengar atau takut ketahuan suami mereka, yang berarti mereka mengerti akan resiko dan konsekuensi dari pelanggaran bergosip. Tetapi IS, andaikan dia melakukannya secara tersembunyi dengan Lisa, hal tersebut karena dia commit pada kelompoknya untuk menyembunyikan aksinya, dan bukan karena dia melihat dan sadar adanya resiko dan konsekuensi atas perbuatannya yang melanggar tersebut. Ini terlihat ketika aksi yang dilakukan IS bisa menjadi sebuah pergerakan yang masiv karena adanya pembenaran. Hal lainnya adalah ibu-ibu penggosip memilih lawan bicaranya yang memang asyik untuk diajak ngegosip, tapi IS memilih lawan bicaranya karena Alisa memang menjadi target penyesatan dari kelompok IS.   

Untuk IS, bergunjing bukan sekedar bergunjing tetapi ibadah (karena mengandung unsur kebaikan) sehingga dia bisa diterima di kelompok tersebut, sekaligus juga menyeret orang lain (Alisa) kedalam kelompok tersebut.  Disini, IS tidak sadar bahwa sesuatu yang benar, bukan berarti benar untuk diutarakan. Aturan yang kita pegang melarang permasalahan (bukan kesalahan!) didalam keluarga untuk disebarluaskan walaupun hal tersebut benar adanya. IS pun akhirnya sudah mengkhianati keluarganya sendiri, mengingkari keyakinannya dan menjadi mata-mata untuk Alisa. 

Pembentukan opini dilakukan ketika ego manusia sangat tinggi, sehingga mereka akan mudah lepas kendali atas aksi-aksi dimana hanya persepsi, opini dan alasan saja sebagai landasan berpikirnya. Perilaku menyimpang dapat dihasilkan dari aksi-aksi tersebut dan pengabaian akan dampak aksi tersebut dapat dilakukan karena adanya kepentingan dari dirinya sendiri untuk eksis dan bersama kelompoknya.

Setelah cara berpikir dipengaruhi, emosi adalah hal selanjutnya yang akan dimanipulasi. Diharapkan dengan memanipulasi emosi, perbuatan yang dihasilkan dari emosi tersebut dapat dikendalikan.  


Pengendalian Emosi

Beberapa aliran yang menyesatkan banyak menggunakan jargon-jargon yang menyangkut emosi manusia seperti misalnya "sedih itu dosa" atau "cinta memberi kebaikan pada sesama". Bahkan, kondisi psikis manusia adalah solusi yang dapat memberi kebaikan untuk manusia tersebut. Aliran-aliran tersebut menganggap emosi dan perasaan adalah sentral dari seorang manusia. Mereka beranggapan bahwa kondisi psikis (emosi dan perasaan) seseorang adalah hal yang paling penting dalam menilai dan mengukur seseorang, atau kondisi psikis seseorang adalah hal yang menentukan sesuatu sebagai benar atau salah (sedih itu dosa?). Padahal, yang namanya kondisi psikis orang yang waras masih belum bisa terukur, karena baru dapat dideteksi hanya dengan perbuatan dan perkataan saja, sehingga, penilaian berdasarkan persepsi yang ditangkap tersebut belum memadai dalam menilai emosi dan perasaan tersebut. Kalau menurut gue, kondisi psikis dan fisik manusia adalah anugrah, dan anugrah ga bisa dinilai karena memang tidak ternilai harganya. Nah, yang kemudian berbahaya dari aliran-aliran ini adalah ketika emosi dan perasaan adalah sentral dari seorang manusia, maka perilaku dan perbuatan menjadi hal yang inferior terhadap emosi dan perasaan tersebut. Artinya, dalam tindak-tanduknya, manusia mendasarkan keputusannya untuk melakukan suatu perbuatan, hanya berdasar pada emosi dan perasaan seseorang, dan bukan pada esensi dari perbuatan tersebut (sebab-akibat dan aturan yang melandasinya). Salah satu contoh tindakan berdasarkan emosi tetapi tidak berdasar yaitu menyenangkan orang sebagai sebuah kebaikan, sehingga kita harus selalu (bertindak) menyenangkan orang. Padahal, yang namanya menyenangkan orang luas sekali spektrumnya, dan bisa mencakup tindakan yang salah dan benar (dan bukan baik atau tidak baik). Bukan hanya itu saja, emosi dan perasaan juga sangat rentan dimanipulasi karena keterkaitannya dengan persepsi. Manipulasi berarti ada emosi yang berusaha untuk ditekan (dihilangkan) sehingga bisa diganti dengan sebuah definisi yang dihasilkan oleh persepsi seseorang, dan ada emosi yang berusaha untuk ditimbulkan sehingga definisinya dapat ditegaskan melalui persepsi seseorang. Biasanya yang berusaha ditekan atau dihilangkan adalah emosi yang negatif sedangkan emosi yang positif akan berusaha ditegaskan. Kenapa yang positif ditegaskan dan yang negatif dihilangkan? Karena pada aliran sesat mereka ingin pengikutnya menjadi tidak sensitif karena mengucilkan emosi negatif tersebut. Dengan emosi yang berdasarkan definisi inilah, perbuatan seseorang kemudian bisa dikontrol.  

Gue akan kasih contoh dengan lanjutan kasus SI dan Alisa diatas. Ketika Lisa pada akhirnya mau menceritakan masalahnya kepada IS, akhirnya diketahui kalau suami Lisa yang pergi mencari nafkah di Batam sudah dua tahun belum juga pulang. Lisa yang mempunyai seorang anak perempuan yang masih balita, mendengar kabar kalau suaminya sudah mempunyai wanita lain di Batam dan sudah pulang kampung ke Padang. Untungnya, Lisa tidak menceritakan lebih lanjut perihal keluarganya pada IS, walaupun IS memaksa dengan menceritakan lebih jauh perihal prahara di keluarganya sendiri. IS yang memandang emosi dan perasaan adalah pusat dari segalanya, sangat mudah terpengaruh akan kondisi seseorang yang menimbulkan kesedihan dan penderitaan. Dia pun menjadi mudah prihatin dengan kondisi Lisa, dan berusaha mendapatkan solusi untuk kebaikan Lisa. IS pun kembali terjebak dengan perilaku Get and Give dimana kelompok aliran tersebut sudah menyediakan solusi untuknya. Atas saran kelompok tersebut, IS berusaha menjodohkan Lisa dengan seorang temannya. Lisa diperkenalkan kepada temannya tersebut, ketika Lisa datang dalam sebuah acara yang rutin didatangi Lisa.

Perbuatan yang dilakukan IS untuk Lisa sebenarnya hanya berdasarkan pada persepsi dia bahwa kesedihan harus diobati, dan bukan pada keinginan untuk menyelesaikan masalah Alisa. Kelompok ini pintar, karena memilih IS yang mempunyai pengalaman pahit dalam berumah tangga, sehingga dia menggunakan emosi tersebut dalam mengambil keputusan untuk membantu Alisa. Seperti cermin, IS melihat dirinya pada diri Alisa. Diapun kemudian menyimpulkan sendiri bahwa kondisi Lisa memprihatinkan tanpa mengenal Lisa lebih jauh. Status Lisa yang masih menjadi suami orang yang masih dinafkahi setiap bulannya atau perasaan Lisa yang masih mempercayai suaminya  nampaknya tidak dipedulikan oleh IS. Dia sangat terpengaruh oleh aliran kelompoknya yang mengatakan bahwa "kesedihan adalah dosa" atau "cinta membawa kebaikan kepada sesama."  Ketika akhirnya dia berhasil memperkenalkan Lisa dengan temannya (yang mungkin sesuai dengan yang persepsi IS atau kelompoknya inginkan), maka SI sudah menjadi orang tengah yang bermain dikehidupan Alisa. 


Selanjutnya, segera setelah dipertemukan dengan seseorang, Lisa merasa ada yang lain dihatinya. Tapi dia tidak menggubrisnya, karena status dia yang masih istri orang. (OK, Lisa bukan termasuk perempuan yang "gatel" yang mau bertandang ke rumah seorang pria yang masih lajang dan dia juga bukan tipe yang mau mengejar laki-laki). Entah bagaimana, IS sepertinya tauk kalau Lisa sudah jatuh hati pada orang yang diperkenalkannya. Kelompok IS pun akhirnya menggembar-gemborkan keberhasilannya kepada semua orang, mengambil privasi Lisa. Ketika Lisa sadar bahwa orang lain membicarakan isi hatinya, ia tidak bisa menampiknya begitu saja. Ia pun merasa bersalah karena dia sudah mencintai orang lain yang bukan suaminya, walaupun dia tidak pernah melakukan  perbuatan yang mengarah pada perselingkuhan. Tapi, IS dan kelompoknya ternyata sangat aktif sekali, dan cerita Lisa yang mempunyai PIL kemudian sampai kepada suami Lisa yang ternyata masih berusaha untuk mencari nafkah untuk Lisa dan anaknya.   

Dari sini, terlihat bagaimana kelompok IS memandang cinta dan perasaan adalah segalanya, dan bagaimana tingkat kepedulian mereka sebenarnya. Kelompok IS mengambil tindakan dan menampilkan perilaku tidak terpuji, hanya karena "mengetahui" perasaan Lisa, seakan-akan hal tersebut adalah penting. Padahal, Alisa saja tidak melakukan tindakan yang berarti untuk menanggapi perasaan tersebut. Tindakan yang dilakukan berdasarkan perasaan orang lain, misalnya dengan mengucilkan, menggembar-gemborkan, melaknat, adalah bukti bahwa kelompok IS memandang perasaan adalah pusat segalanya, sehingga mereka mampu melakukan tindakan berdasarkan perasaan tersebut. Kelompok IS tidak peduli, bagaimana Lisa masih menjaga perilaku dan tindakannya terhadap seorang pria yang bukan suaminya, karena Lisa menganggap keluarganya lebih penting dari perasaan cintanya. Yang kelompok tersebut pedulikan adalah hanya perasaan Alisa, dan apa yang bisa mereka lakukan (give & get). Lagi-lagi, informasi yang "benar" tapi salah ini adalah hasil manipulasi dari persepsi manusia terhadap sebuah emosi atau perasaan, sehingga tidak mempedulikan aturan, ajaran serta norma yang berlaku. Dengan tindakan mereka, mereka sudah tidak menghargai Lisa sebagai seorang individu dengan nilai-nilai yang dia pegang. Dengan cara-cara seperti inilah aliran sesat mengambil paksa nilai-nilai yang dimiliki seorang individu.   

Kalau ditilik lebih lanjut, maka kelompok IS sebenarnya sudah merendahkan nilai nyata (real) dari sebuah perasaan (cinta) tersebut, karena mereka menilai cinta dan perasaan hanya sebatas informasi yang disampaikan. Ketika mereka menerima cinta hanya sebatas informasi saja, maka makna dari cinta itu sendiri sudah rancu untuk mereka. Mereka tidak perlu merasakannya, hanya diberitahukan saja dan itu sudah cukup bagi mereka untuk menyimpulkan sendiri seperti apa cinta tersebut. Mereka pun dengan mudah didikte mengenai apa itu cinta (atau emosi dan perasaan yang lain) sebagai sebuah definisi yang bersumber dari informasi dan bukan bersumber dari perasaan itu sendiri. Kalau sudah terpengaruh oleh informasi seperti ini, maka untuk menekan atau menampikkan rasa cinta itu sendiri, bisa dilakukan dengan definisi atau informasi lanjutan seperti, "cinta itu menyakitkan", atau "cinta membawa sengsara." Yang lalu menjadi masalah adalah, bagaimana kemudian pernikahan yang sakral, ikut pula diterjemahkan berdasarkan informasi mengenai perasaan yang mendasarinya, seperti cinta dan kasih sayang, yang pada akhirnya bisa mempersepsikan orang bahwa mereka harus commit dengan perasaaan cinta dan bukan pernikahan. Mereka inilah yang kemudian menganggap mengingkari cinta adalah hal yang munafik, bahwa cinta harus selalu berwujud, kalau tidak ada perwujudannya berarti... salah! La siafa kite! (Padahal menurut ketentuan Tuhan YME, emosi dan perasaan memang tidak mempunyai wujud. Jadi, yang mengingkari ketentuan Tuhan bahwa emosi dan perasaan harus mempunyai wujudlah yang sebenarnya munafik). Lagipula, apabila mengingkari perasaan cinta adalah munafik, lalu bagaimana dengan mengingkari hubungan yang sudah berusaha dijalin selama bertahun-tahun? Sebagai orang lain, ada atau tidak adanya hubungan, jangan mempermasalahkan cinta yang ada dalam diri seseorang, karena yang seperti itu tidak penting. Diwujudkan atau tidak, tidak menjadi masalah. Apabila kemudian emosi atau rasa tersebut kemudian diwujudkan, dan jika perwujudan emosi atau rasa tersebut masih dalam batasan-batasan agama dan moral tertentu, maka hal tersebut tidak apa-apa karena terbukti bahwa rasa tersebut tidak berlebihan. Kalau ada perwujudannya berupa perbuatan dan perbuatan tersebut melanggar baik moral atau agama, barulah pelanggaran tersebut bisa ditindaklanjuti karena ada pelanggaran. Kalau dalam kasus Lisa, yang melakukan pelanggaran adalah justru orang-orang yang tidak memiliki perasaan tersebut, yang berusaha mewujudkan (menampilkan) perasaan cinta Alisa dengan perbuatan-perbuatan mereka (berkomplot menjebaknya dalam suatu plot tertentu juga termasuk perbuatan yang tidak mempunyai batasan norma, etika dan agama).    

Balik kepada kasus Lisa diatas, ternyata yang dialami Lisa kemudian adalah malapetaka, karena sekarang keluarga Lisa berada diujung tanduk. Lisa tidak lagi menerima uang dari suaminya. Lisa sekarang harus berusaha mencari nafkah untuk anaknya dan dia tidak bisa mengharapkan pria yang dikenalkan oleh IS karena memang yang dilakukan bukan perjodohan tapi perkenalan saja. Lisa merasa dia hanya dikenalkan dan tidak punya hubungan apa-apa apalagi komitmen dengan pria tersebut, begitu pula pria tersebut. Sepertinya IS tidak mengerti bahwa yang namanya menjodohkan itu harus didasarkan pada niat yang pasti dari prianya dan kesiapan dari pria dan wanita tersebut, tidak bisa sembarangan dilakukan mengenalkan seorang wanita terhadap seorang pria. Hal ini untuk menjaga wanitanya karena wanita selalu akan mempunyai konsekuensi yang lebih besar dalam setiap hubungan. Apalagi dengan bertindak hal-hal yang tidak perlu pada pasangan yang tidak mempunyai komitmen apapun, seakan-akan memang ada hubungan (yang malah membuat hubungan tersebut menjadi nyata in a wrong way). 

Kelompok ini memang aktif sekali menghubung-hubungkan seseorang yang belum punya hubungan apa-apa dengan ucapan, perkataan dan perbuatan, sehingga yang tidak punya hubungan tersebut menjadi terhubung oleh sebuah akibat dari perbuatan yang dilakukan kelompok ini. Perasaan tidak bisa menghubungkan orang, tapi tindakan dan perbuatan bisa. Seperti tindakan yang melewati batas yang dilakukan kelompok IS, yang bukan lagi tindakan freedom of expression tapi murni tindakan melanggar etika dan aturan yang ada. Crime is an act and not a feeling. Disini, bukan perasaan Alisa yang salah, tapi perilaku, perkataan dan perbuatan manusia-manusia ini yang berusaha menilai dan berbuat berdasarkan anugrah tersebut, yang membuat pelanggaran bisa terjadi.           

Pada akhirnya, kelompok aliran ini pulalah yang aktif menyebabkan adanya informasi yang melenyapkan emosi atau perasaan cinta tersebut, sehingga ketika perasaan cinta tersebut hilang,  mereka akan menciptakan definisinya saja yang harus mereka angkat dan agung-agungkan dengan kata-kata yang indah yang mereka ciptakan sendiri. Inilah salah satu cara pengontrolan emosi, yang ditujukan untuk mengaburkan tindakan yang kita lakukan berdasarkan perasaan tersebut seperti pernikahan misalnya.


Lalu, untuk apa sebenarnya pengendalian emosi dan cara berpikir dilakukan oleh aliran yang dianggap sesat ini? Pengendalian emosi dan cara berpikir dilakukan, agar persepsi kita terhadap emosi dan perbuatannya berubah sesuai definisi atau informasi yang disampaikan. Ketika cara berpikir kita terpusat pada perasaan dan emosi, maka, apabila mereka berhasil mendefinisikan bahwa, cinta itu berarti berusaha memberikan segala keinginan dan kebutuhan yang membahagiakan kepada orang yang dicintai, cinta berarti mencegah semua hal-hal yang buruk atas orang yang dicintai, dan cinta berarti sesuatu yang harusnya menyenangkan dan berbalas, maka mereka berhasil mendefinisikan perasaan cinta. Dari definisi perasaan  cinta tersebut, mereka menyetir harapan atau ekspektasi dan perilaku dari para pengikutnya terhadap seseorang atau sesuatu yang dicintai atau mencintai mereka. Kelompok aliran sesat ini ingin mendefinisikan apa yang harus dilakukan dan diharapkan orang tua kepada anaknya, suami /istri terhadap pasangannya dan seorang hamba Tuhan kepada Tuhannya.     


Atas definisi cinta seperti diatas, maka bisa diharapkan orang tua akan berperilaku sbb: berusaha memberikan segala keinginan dan kebutuhan anaknya yang berhubungan dengan kebahagiannya, mencegah semua hal-hal yang buruk atas anaknya, dan menyenangkannya dan berharap mendapat hal yang sama dari anaknya tersebut. Tapi tunggu dulu, walaupun perilaku diatas terlihat make sense, tetapi sebenarnya sama sekali tidak masuk akal. Ketika orang tua berusaha memberikan segala keinginan dan kebutuhan anaknya, menyenangkannya dan mengharapkan balasan atas yang dilakukannya (anak juga harus memberikan keinginan dan kebutuhannya, menyenangkannya) maka hilanglah amanah karena keinginan dan kebutuhan serta kesenangan manusia bukan sesuatu yang mulya, tapi malah bisa mengakibatkan kekufuran. Orang tua bisa saja mengajarkan anaknya bahwa semua keinginan dan kebutuhan anaknya yang bisa membahagiakannya adalah hal yang baik dan benar yang harus diraih. Padahal, konsep bahagia yang bisa ditangkap seorang anak cenderung mengarah pada pemenuhan materi dan kesenangan si anak. Para orang tua juga akan cenderung memberikan reward daripada hukuman, karena reward dapat berupa pemenuhan keinginan dan kebutuhan anaknya yang membahagiakannya tersebut. Sedangkan hukuman bukan kebutuhan yang seperti itu, yang bisa muncul dari dalam diri si anak. Hal ini akan membuat si anak berpikir bahwa pemenuhan keinginan dan kebutuhan adalah segalanya, yang juga berarti materi adalah segalanya. Yang berarti pula mengajarkan sang anak bahwa cinta bisa diberikan dan didapatkan dengan pemenuhan keinginan dan kebutuhan materi atas seseorang. Hal ini bisa merusak persepsi si anak, bahwa kalau dia ingin mencintai atau dicintai orang tuanya, maka ia harus memenuhi keinginan dan kebutuhan yang membahagiakan orang tuanya yang bersifat materi yang mungkin saja fatal ketika dia beranjak dewasa, yang malah memicu dia melakukan hal-hal yang terlarang untuk pemenuhan materi tersebut.

Karena memberi hanya didasarkan pada keinginanan dan kebutuhan yang membahagiakan si anak, maka memberi pengajaran juga dilakukan atas hal-hal yang menjadi keinginan dan kebutuhan anaknya yang bisa membahagiakannya, termasuk pengajaran akan kewajiban si anak. Ini berarti, apabila keinginan dan kebutuhan akan kewajiban tersebut tidak muncul sendiri dari dalam diri si anak, maka orang tua perlu menciptakan kondisi yang membuat munculnya keinginan dan kebutuhan si anak akan kewajiban tersebut sebagai bentuk pengajaran untuk si anak. Ketika orang tua memandang mengkondisikan anaknya adalah sebagai bentuk pengajaran, mereka dapat melakukan hal-hal yang sebenarnya ga perlu atau bahkan dosa, karena dilakukan diluar aturan yang ada. Aliran sesat bisa masuk lewat celah ini, misalnya menawarkan pendidikan dan pengajaran yang bisa menciptakan kondisi tersebut, yaitu dengan mengambil alih peran orang tua secara total. Mereka juga bisa membujuk orang tua agar membiarkan anaknya mencicipi dunia luar, sehingga menghasilkan kondisi dimana kebutuhan akan kewajiban tersebut kemudian muncul dengan sendirinya dalam diri si anak. Masalahnya, hanya sedikit orang tua yang tauk bahwa tindakan tersebut dapat membuat si anak terperosok kedalam jurang yang terdalam, dimana, munculnya kebutuhan akan kewajiban tersebut adalah hanya sebuah desperate attempt agar anak tersebut bisa memenuhi kebutuhan dan keinginan lainnya, yang justru muncul karena bersinggungan dengan dunia luar. Artinya, kebutuhan akan kewajiban tersebut muncul karena kebutuhan ingin hidup, seperti juga kebutuhan untuk makan, minum dan lainnya, dan bukan karena keimanan yang muncul dari dalam diri anak tersebut karena ajaran yang diajarkan oleh agamanya. Hal ini menyebabkan si anak berpikir bahwa kewajibannya yang juga adalah bagian dari keimanannya, adalah sebatas keinginan dan kebutuhan untuk hidup. Si anak akan berpersepsi bahwa keimanannya sejalan dengan keinginan dan kebutuhan hidupnya (yang material) yang malah menggerus keimanan si anak tersebut ketika dia dihadapkan pada pilihan yang mengancam hidupnya (dan mengancam gaya hidupnya dengan kebutuhan-kebutuhannya tersebut). Bahkan apabila alirannya cukup ekstrem maka pengkondisian yang dilakukan kepada seorang anak bisa dengan sengaja membawa anaknya ke jurang maut sehingga akan muncul berbagai kebutuhan hidup dalam diri si anak yang kemudian dengan mudah disediakan oleh aliran sesat tersebut dengan syarat-syarat tertentu yang termasuk juga kewajiban tersebut.  Akibatnya, keimanannya hanya sebatas untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidup dan untuk mempertahankan statusnya (state of happiness).

Orang tua pun tidak bisa menjadi peramal untuk mencegah semua hal buruk yang dapat menimpa anaknya dengan melakukan cara-cara diluar dari aturan dan ajaran yang berlaku. Untuk hal-hal yang bersifat material memang bisa, seperti melarang merokok untuk mencegah penyakit yang berbahaya, karena bahaya rokok bukan sebuah ramalan, rokok bisa dinilai kadar nikotinnya dan seberapa besar bahayanya untuk tubuh. Tapi menilai hal yang non material sehingga membuat orang tua menjadi peramal nasib anaknya, adalah hal yang percuma karena membuat orang tua sibuk mencegah sesuatu yang belum ada kepastiannya (kekhawatiran yang berlebihan akan kebahagiaan anaknya misalnya). Justru yang pasti-pasti seperti yang terdapat dalam ajaran dan aturan yang berlaku tidak dilaksanakan karena aktifnya mencegah yang tidak pasti. Yang tidak pasti tidak bisa dicegah, tapi orang tua bisa memberi bekal kepada anaknya sehingga dapat menjaga dirinya sendiri. Lagian, apabila ada ancaman terhadap anaknya, apakah orang tua kemudian dapat menghalalkan segala cara agar ancaman tersebut hilang karena cintanya terhadap anaknya? Keyakinan bisa hilang dengan cara-cara seperti ini, karena aktifnya orang tua melakukan tindakan pencegahan.

Hal yang sama kemudian terjadi pula pada suami/istri terhadap pasangannya ketika definisi cinta diatas diimplementasikan. Suami bisa saja menceraikan istri karena istrinya tidak mau mengikuti semua keinginan dan kebutuhan sang suami yang mungkin saja ada karena keinginan kelompok aliran sesat tersebut, begitupun sebaliknya. Suami pun bisa saja terjebak pada solusi mudah dan cepat karena kekhawatirannya tidak bisa memenuhi keinginan atau kebutuhan istrinya, atau takut istrinya kenapa-napa maka sang suami menyerahkan istrinya dan keluarganya ke orang yang bisa menjaminkan keselamatan mereka.     

Lalu, bagaimana hubungan dengan Tuhan YME berdasarkan definisi diatas, karena kita semua tauk kalau Tuhan YME Maha Penyayang dan mencintai hambaNya. Ketika seseorang meyakini definisi cinta diatas, dia akan meyakini bahwa, kondisi dimana dia terpenuhi kebutuhan dan keinginannya yang membahagiakan dirinya adalah bukti bahwa dia dicintai Tuhan YME. Sehingga, kalau dia ingin merasa dicintai oleh TuhanNya, maka dia harus mempertahankan kondisi tersebut dengan menerima hal-hal atau kesempatan yang bisa memenuhi kebutuhan dan keinginannya, serta, menolak hal-hal yang bisa menghilangkan kondisi tersebut. Dia pun cenderung berpikir bahwa, ketika semua keinginan dan kebutuhannya terpenuhi, berarti dia sudah ada di jalan yang benar karena Tuhan YME sudah membuktikan kasih sayang-Nya terhadap dia. Singkatnya, dengan egonya dia membenarkan apa yang menguntungkan baginya dan menghilangkan apa yang merugikan baginya. Ibadahpun dilakukan sebagai klaim bahwa dirinya berhak dicintai Tuhannya sehingga berhak menikmati kebahagiaan dunia. Dia seperti menciptakan surga kecil, dimana didalam surga, manusia yang beriman selalu mendapat keinginan dan kebutuhan yang membahagiakannya. Ketika hal yang buruk terjadi pada seseorang, dia pun langsung menyimpulkan bahwa Tuhan tidak mencintai orang tersebut, bahwa orang tersebut pasti sudah melakukan hal-hal yang buruk, dan dunia ini harus dijadikan neraka untuknya. Secara tidak langsung dia mempercayai adanya karma dan melakukan penilaian terhadap amalan seseorang jauh sebelum hari pembalasan di akhirat nanti. Makanya gue bilang mereka tidak mempercayai hari akhir, karena surga kecil yang mereka bentuk dan penilaian terhadap amalan seseorang (termasuk dirinya).

Hubungan dengan Tuhan YME berdasarkan definisi diatas juga membuat seseorang berusaha menyamakan Zat Tuhan dengan manusia, dengan mendefinisikan perilaku cinta Tuhan YME sebagai perilaku cinta yang sama dengan manusia, sehingga seakan-akan perlakuan seperti memeluk, menimang, membelai adalah hal yang akan dilakukan Tuhan kepada manusia. Delusi yang demikian ini karena mereka menganggap diri mereka adalah sentral, bahkan terhadap Tuhannya, sehingga mereka merasa perilaku Tuhan yang mencintai dirinya adalah sama seperti ketika mereka mencintai seseorang. 

Selain itu dengan definisi cinta diatas seorang hamba Tuhan akan selalu yakin dirinya terjaga keselamatannya ketika dia merasa dirinya dicintai Tuhannya. Pada akhirnya dengan definisi cinta yang demikian, bisa saja dikemudian hari timbul ketidakpuasan, arogansi, saling curiga, menuntut yang berlebihan, bahkan menggoyang keyakinan kita dengan kekufuran, takabur dan kesyirikan. Yah, kalau menurut gue pribadi, please deh jangan menilai cinta itu seperti apa dan kasih sayang itu seperti apa, manusia ga punya ilmu untuk menilai hal yang seperti itu, apalagi menilai dan mendefinisikan Maha Penyayang itu seperti apa.... wah bisa-bisa takabur deh. Kita hanya perlu mempercayai sifat-sifat Tuhan YME, tapi jangan menilai sifat tersebut karena kita tidak bisa tauk bentuk-bentuk kasih sayang yang Maha tersebut seperti apa. Ketika kita mendengar sebutan Maha, maka pemikiran kita harus berhenti sampai disitu dan tidak berdelusi untuk memikirkan dan menuntut lebih lanjut bukti-bukti dan bentuk-bentuknya selain apa yang sudah ditetapkan/disebutkan dalam kitab suci dan hadist, karena yang disebutkan tersebut sudah lebih dari cukup untuk membuktikan apa yang Maha tersebut (mempercayai kitab suci berarti kita tidak menduakannya dengan mencari dan menentukan hal lain selain yang sudah disebutkan/ditetapkan dalam kitab suci tersebut, seperti misalnya keajaiban yang aneh-aneh yang sekarang ini sering terjadi yang mungkin saja sebuah rekayasa). So, kalau ada seseorang yang mengatakan harta dan kekuasaan yang dimiliki dirinya adalah bentuk dan bukti kasih sayang Tuhan YME terhadapnya, think twice, sebagai manusia kita tidak bisa menilai hal tersebut.    

Ketika emosi adalah sentral, dan emosi yang sentral tersebut adalah yang positif seperti cinta, bahagia, senang, dan tentram, dimana aliran kelompok ini sudah berhasil mendefinisikan dan memanipulasi emosi-emosi tersebut sehingga berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan dan keinginannya, maka, pemenuhan kebutuhan dan keinginannya tersebut akan pula menjadi sentral dalam pencapaian tujuan hidupnya. Karena yang sentral berarti yang utama, maka perilaku dia akan ditujukan untuk mendapatkan/mempertahankan kondisi yang dapat memenuhi keinginan dan kebutuhan hidupnya. Dia kemudian mengharapkan pengendalian kondisi dalam pencapaian tujuan hidupnya, yang berarti adanya kemapanan yaitu ketika seluruh keinginan dan kebutuhan hidupnya dapat terpenuhi secara langgeng. Secara langgeng berarti resiko sudah diminimalkan dan adanya perlindungan atas resiko tersebut. Dia pun aktif mencari kemapanan sebagai hal yang sentral dalam hidupnya sehingga aspek lainnya hanya digunakan dan dimanipulasi untuk menyokong kemapanan tersebut, termasuk agama. Disinilah aliran sesat mulai bermain.


Kemapanan dan Masa Depan Yang Lebih Baik  

Pada pemikiran yang berpijak pada persepsi (indra), kemapanan lebih ditentukan oleh kuantitas daripada kualitas. Kuantitaslah (fisik, waktu, uang) yang menentukan kualitas dari kemapanan seseorang. Kuantitas pulalah yang membentuk euforia sehingga orang bisa lupa, teralihkan dan tersesat. Ketika seseorang masuk dalam kelompok aliran tertentu, dia diharapkan akan melepaskan (give) kendalinya atas aspek-aspek kehidupan yang dijalaninya, termasuk aspek ekonomi kepada individu lain (perantara). Imbalannya (get) adalah peminimalan, penghilangan dan perlindungan atas resiko yang biasanya menyertai pemenuhan kebutuhan didalam aspek ekonomi ini oleh orang lain/entitas lain (perantara tersebut). Inilah command and conquer ala kelompok aliran sesat, seseorang harus terus mengikuti perintah pemimpinnya dalam menjalankan roda kehidupannya (command), dan harus melepaskan hasil dari roda  kehidupan tersebut untuk dipergunakan bagi kesejahteraan kelompok (conquer), agar kelompok bisa terus maju. Mereka membutuhkan perantara untuk kelangsungan hidupnya dan menjadi perantara dalam pemenuhan kesejahteraan kelompok. Akibat pengendalian tersebut, inisiatif pribadi hilang, digantikan dengan inisiatif kelompok. Dan yang benar-benar menyesatkan adalah ketika kelompok aliran sesat menggunakan syarat-syarat tertentu sebagai syarat penjaminan kelangsungan perputaran roda kehidupannya, dimana syarat-syarat tersebut terkadang tidak berhubungan dengan pemenuhan aspek ekonomi mereka. Bahkan kelompok aliran sesat ini juga sering menimbulkan resiko yang mungkin tidak berhubungan dengan aspek ekonomi tersebut, dan mengancam korbannya untuk menuruti kemauan kelompok mereka kalau masih menginginkan masa depan mereka, atau kalau tidak, maka resiko tersebut akan dimaksimalkan.

Tidak jarang kehidupan pribadi akan dipengaruhi kalau berhubungan dengan kelompok aliran sesat. Hal ini terjadi pada keluarga Alisa. Suami Alisa, sebut saja Daus, pergi meninggalkan Alisa ketika dipindah tugaskan ke Batam, setidaknya itu yang diketahui oleh Alisa. Tapi ternyata bukan hal itu yang membuat Daus pergi meninggalkan keluarganya. Entah bagaimana, Daus terlibat aliran sesat yang mensyaratkan dia menceraikan istrinya dan meninggalkan anaknya karena kalau tidak ancamannya nyawa istri dan anaknya. Ketika Daus pergi dan ternyata tidak juga pulang, Lisa tidak mengetahui kalau suaminya mendapat masalah dan ketidakpulangannya bukan karena keretakan hubungan dia dan suaminya. Di Batam, Daus memang bekerja dan masih mencari nafkah untuk Lisa dan anaknya, tapi ancaman terhadap masa depan Lisa dan anaknya membuatnya berpikir untuk bertemu mereka kembali. Dia pun hanya bisa mengirimkan uang setiap bulan kepada Alisa. Alisa hanya bisa mengetahui kabar Daus dari teman-teman sekantor Daus yang ternyata penyebab kenapa Daus bisa terlibat aliran sesat tersebut. Dari mereka Alisa mendapat kabar kalau Daus ternyata mempunyai wanita lain, sebut saja SA. Dari mereka pulalah Alisa mengenal IS karena mereka satu kamar hotel ketika kantor Daus mengadakan seminar dan mengundang Alisa. Alisa dan IS tidak tauk kalau kabar tersebut hanya rekaan dari kelompok mereka dan SA adalah salah satu pengikut dari kelompok tersebut. Lalu, apa yang menyebabkan Daus, SA dan IS berpikir kalau yang mereka lakukan adalah yang terbaik untuk masa depan Alisa dan anaknya?

Daus. Ketika Daus pergi ke Batam, dia berpikir kalau dia mengikuti kemauan kelompok tersebut maka dia akan bisa memenuhi kebutuhan hidup Alisa dan anak-anaknya dikemudian hari. Daus juga berpikir kepergiannya hanya sementara, karena kelompok tersebut meyakinkannya kalau suatu saat dia bisa kembali sambil membawa hasil jerih payahnya. Daus positif thinking karena kelompok tersebutlah yang memperkenalkan dirinya dengan Alisa beberapa tahun yang lalu dimana ketika itu Alisa sedang kena masalah. Tapi seiring berjalannya waktu selepas kepergiannya ke Batam, kelompok aliran tersebut malah berusaha memisahkan dirinya dengan keluarganya. Dia tidak bisa berkomunikasi dengan Lisa dan diapun dikungkung dengan berbagai ancaman, bahkan dia harus menceraikan Lisa apabila ingin Lisa dan anaknya selamat. Beberapa kali Daus sebenarnya mengunjungi Alisa tapi tanpa sepengetahuan Alisa. Daus pun diancam kalau dia tidak berbohong atas hubungannya dengan SA maka semua teman-temannya didalam kelompok aliran tersebut akan dipersulit masa depannya dan SA akan diceraikan oleh suaminya. Solusi yang kemudian diberikan oleh kelompok tersebut adalah "take more money" karena bisa digunakan untuk membekali Alisa dan anaknya dikemudian hari, dan  sebuah janji "we'll be taking a good care of Alisa and her kid". Its promises on top of broken promises, yang berarti Alisa dan anaknya dititipkan kepada kelompok aliran tersebut dengan penjaminan yang palsu dan dengan uang suapan. Dari sini saja sudah terlihat ketidak-konsistensian kelompok aliran sesat ini, dengan menyuruh pemegang amanah atas Alisa dan anaknya untuk menjual masa depan mereka demi mendapatkan masa depan mereka. Inikan seperti bernapas dengan menghirup dan mengeluarkan udara secara bersamaan.   

IS. IS sebenarnya orang baru di kelompok tersebut. Dia diperkenalkan kepada Lisa untuk membantu Lisa yang bernasib sama dengan dia. IS diutus  untuk mengajarkan, memperlihatkan sesuatu kepada Lisa. Dia merasa kelompok tersebut sudah membantunya di masa-masa sulit dan telah menuntunnya menempuh jalan yang benar dan IS ingin melakukan hal yang sama untuk orang lain lewat kelompok tersebut. IS sekarang sudah bekerja setelah dibantu kelompok tersebut dan bisa menghidupi anaknya yang masih kecil. Tapi, yang IS tidak tauk adalah masa-masa sulit yang dia alami sebenarnya disebabkan oleh kelompok aliran yang sama. Merekalah yang menjadi penyebab keretakan di keluarganya sehingga IS harus mencari solusi untuk menghidupi anak-anaknya. Tapi berbeda dengan Alisa, IS mempercayai isu yang dilontarkan kelompok ini dan membalas kelakuan suaminya dengan menanggapi telepon-telepon dari teman prianya yang berasal dari kelompok tersebut, sehingga keretakan rumah tangganya tidak bisa dibendung lagi.  

SA. SA hanya mengerti kalau dirinya dipergunakan untuk memisahkan Daus dan Lisa karena Daus harus konsentrasi di pekerjaannya dan untuk menguji kesetiaan Lisa terhadap Daus. Dia merasa kelompok aliran tersebut bertujuan baik yaitu untuk kelangsungan hidup Lisa karena SA dan keluarganya juga menggantungkan hidupnya pada kelompok tersebut. SA merasa timbal balik yang dia berikan untuk kelompoknya ditujukan untuk kepentingan bersama. SA pun takut kalau dia tidak menurut, maka masa depan suaminya yang juga menjadi pengikut kelompok tersebut bisa berantakan dan suaminya merasa SA tidak menurutinya karena tidak percaya lagi padanya sehingga dapat berakhir pada perceraian (ingat kalau cinta berarti saling berusaha untuk memberikan keinginan dan kebutuhan pasangannya dan menyenangkannya). 

Sementara itu, yang lainnya yaitu pengikut aliran tersebut yang kepentingannya terhadap Alisa sangat kecil, tetapi mereka justru mengambil peranan terbesar. Mereka memaksa masuk kedalam kehidupan Alisa setelah si pemegang amanah yaitu Daus, menitipkan Alisa dan anaknya kepada kelompok tersebut. Yang lainnya ini hanya mengetahui bahwa aksi yang mereka lakukan kepada Alisa adalah krusial untuk kelangsungan hidup mereka bersama (termasuk Alisa dan anaknya). Pintu fitnah yang terbuka lebar akibat adanya pemaksaan kebohongan antara SA dan Daus dipakai untuk mengintimidasi Lisa. Sementara, kalau mereka tidak melakukannya, maka mereka bisa dikeluarkan dari kelompok dan masa depannya tidak lagi disokong oleh kelompok tersebut. Kemapanan yang mereka cita-citakan hilang. Para pengikut kelompok ini tidak akan berani mengkonfrontir informasi yang mereka terima kepada Alisa, apalagi mengatakan hal yang sebenarnya, mereka harus menjaga kondisi supaya fitnah tersebut bisa langgeng seperti harapan langgengnya masa depan mereka. Sadar atau tidak, mereka dengan sengaja memakan hasil uang dari fitnahan dan memberi makan keluarganya dengan hasil dari fitnahan tersebut, karena mereka dengan sengaja mempercayai info tersebut atau melanggengkan info tersebut. Masalahnya kemudian, aliran sesat yang seperti apa yang menaungi mereka karena ada berbagai macam aliran sesat dimana masing-masing mempunyai aturan main sendiri.  

Alisa vs. masa depan orang banyak ini sebenarnya adalah hubungan yang ga make sense, karena sebenarnya tidak ada hubungan antara aksi terhadap Alisa dan keluarganya dengan kelangsungan hidup mereka. Bagaimana kemudian sebuah aksi pelucutan amanah seseorang dengan konsep "titipan" dan pelancaran fitnah dengan menempatkan orang tengah seperti SA, bahkan pemaksaan terhadap Daus untuk menceraikan Alisa, dapat menghasilkan masa depan yang mengcover kebutuhan kelompok tersebut. Tanpa sadar mereka sudah mematok harga untuk kehidupan mereka, yaitu hidup orang lain.  If life is valued by another life, keresahan masyarakat terjadi karena kelompok tersebut mulai memangsa para korbannya, seperti Alisa. Yang tidak masuk akal juga adalah, mereka berpikir kalau hal yang mereka lakukan adalah kecil karena "hanya" menyangkut nasib Alisa dan anaknya. Padahal tidak demikian, karena ketika perlakuan terhadap Alisa dijadikan syarat untuk masa depan kelompok tersebut, maka langkah yang mereka lakukan bukan satu langkah kecil untuk menentukan nasib Alisa dan Daus, tapi satu langkah besar akumulatif karena dilakukan oleh sekian banyak pengikut aliran tersebut untuk merubah nasib dan masa depan sekian banyak pengikut tersebut. Dan satu langkah besar dari sebuah kelompok aliran yang dianggap sesat pastinya sebuah langkah yang crucial dalam mencapai tujuan aliran sesat tersebut, yang bisa saja merupakan tujuan tersembunyi dari pemimpin aliran tersebut yang mungkin berbahaya. Mungkin akan ada alasan lain yang mengatakan kalau kelompok tersebut melakukan aksi karena mendapat ancaman bahwa jika tidak dilakukan maka keluarga Alisa akan berada dalam bahaya. Kalau menurut pendapat gue pribadi, kalau Daus yang mengatakan hal tersebut maka hal tersebut masih bisa diterima akal. Tapi kalau dikatakan oleh orang lain dimana tidak mungkin mereka menjaga Alisa (menjaga diri sendiri dan keluarganya saja sudah cukup repot) maka bentuk kepedulian mereka adalah sebuah pepesan kosong. Ketika sekelompok orang yang cukup banyak, yang mampu melakukan sesuatu yang berarti terhadap sumber masalahnya, maka mempermasalahkan dan memperlakukan Alisa  yang cuma korban sebenarnya tidak bisa dijadikan alasan. Mungkin pula alasan lainnya adalah mereka ingin menjaga keselamatan keluarga mereka, tapi, didalam sebuah kelompok aliran sesat keselamatan adalah hanya sebuah jaminan, dimana yang tercover adalah kerugiannya ketika terjadi sesuatu dan bukan keselamatannya (seperti asuransi). Malah keselamatan keluarga mereka sebenarnya dipertaruhkan ketika mereka masuk kedalam aliran sesat tersebut karena yang namanya penjaminan sangat rentan terhadap aksi ambil untung dan keserakahan. 

Kelompok aliran sesat ini merangkai masa depan dengan menggunakan happiness daripada represi, menuju tujuan jangka panjang dengan menggunakan langkah-langkah praktis dan mudah, dan menggunakan pengorbanan (mengorbankan orang lain atau dirinya) daripada berusaha sendiri. Resep yang dibutuhkan untuk mengumpulkan orang-orang yang super egois dalam satu kelompok. Hanya pemikiran positif yang ditimbulkan bahkan ketika kelompok aliran ini mulai aktif melakukan agresi terhadap seseorang bahkan terhadap kelompok tertentu dengan sembunyi-sembunyi. Padahal, banyak aliran sesat menggunakan sistem kontrak seumur hidup bagi para pengikutnya, sehingga apapun yang dihasilkan dari kegiatan mereka di dalam kelompok tersebut akan selalu dibawah kendali kelompok tersebut. Dan, apabila ternyata seorang psikopat yang memimpin aliran tersebut, maka keselamatan bersamalah yang menjadi resikonya.   


Ketika kita bicara akan masa depan dan kemapanan, dan bersedia melakukan apa yang diperintahkan untuk mencapainya, maka akan ada nilai-nilai yang hilang. Nilai-nilai yang hilang ini terkadang adalah nilai yang sangat berharga dalam posisi kita sebagai manusia, yang seharusnya tidak hilang atau tergantikan karena dapat merusak sendi-sendi kehidupan. Tapi, karena nilai-nilai tersebut tidak berwujud, maka terkadang seseorang dengan mudah melepaskannya hanya karena alasan-alasan yang mereka anggap positif seperti kemajuan masa depan mereka. Masalahnya pada aliran sesat, penghilangan nilai yang tidak berwujud ini secara perlahan diarahkan untuk penghilangan hal yang berwujud yang bisa jadi yang berwujud tersebut adalah ciptaanNya.

Konsep Properti dan Kebendaan Dalam Kebebasan

Konsep bahwa mahluk hidup adalah properti atau sesuatu yang bisa dimiliki adalah salah satu sifat manusia yang tidak bisa dihilangkan dan sudah berlangsung selama ribuan tahun dan akan selalu ada. Dalam agama gue sendiri perbudakan ada dan tidak dilarang, dimana perbudakan didalam agama gue jelas memandang budak sebagai orang yang tidak bebas. Pada aliran sesat, konsep-konsep yang menempatkan makhluk hidup sebagai properti diberikan pada orang yang bebas. Konsep kebendaan seperti: titipan, perantara, pinjaman, penjaminan, pengadaan, pengganti, utang-piutang, deadline, penjadwalan, pengujian, dipertontonkan (dipamerkan), ekploitasi, manipulasi dan mungkin lebih banyak lagi, diberikan untuk orang-orang yang bebas yang bukan budak. Inilah yang membuat aliran sesat berbahaya karena berusaha mendegredasikan kekuasaan Tuhan YME terhadap orang-orang yang bebas.         

Dari kasus diatas, gue sudah perlihatkan bagaimana konsep titipan, perantara dan pinjaman  diperlakukan kepada seseorang oleh para pengikut aliran sesat. Ketika SA "dipinjamkan" untuk Daus, SA berada di posisi dimana tidak seharusnya dia berada. Mungkin persepsi SA sendiri mengatakan bahwa hal tersebut tidak berbahaya, karena yang dia hadapi adalah Alisa, seorang perempuan juga. SA tidak sadar bahwa dalam posisi dia yang sudah keluar jalur, Alisa bukanlah satu-satunya yang dia hadapi dan berurusan. Dalam posisi tersebut, SA sudah bersedia melibatkan dirinya lebih dalam dengan kelompok aliran sesat ini dan berurusan dengan mereka. Dan dari mereka inilah resiko bahaya terbesar berasal.

Intimidasi yang dilakukan oleh aliran ini menggunakan penjaminan masa depan terhadap korbannya sehingga aksi yang dilakukan tetap dilihat sebagai hal yang positif. Atau ditujukan untuk perbaikan dan perubahan kearah yang lebih baik untuk para korbannya, sehingga pelaku merasa melakukan hal yang baik. Kalau dilihat analoginya adalah seperti asuransi, barang dijaminkan oleh seseorang sehingga dia mendapat premi, dan apabila barang tersebut dikemudian hari rusak, maka orang tersebut harus menanggung resiko polisnya. Ketika para pengikut kelompok aliran ini melakukan aksinya kepada Alisa, mereka berpikir positif bahwa perlakuan mereka akan membawa kebaikan kepada Alisa. Mereka bahkan "berani" menjamin masa depan yang lebih baik untuk Alisa dan anaknya dengan perlakuan yang mereka berikan. Merekapun mendapat sesuatu (premi) dari keberanian mereka memberi perlakuan yang seakan-akan menjamin Alisa kearah yang lebih baik. Masalahnya adalah, yang dijaminkan masa depannya bukan barang, tapi orang. Dan apabila terjadi sesuatu pada Alisa dan anaknya dikemudian hari, kira-kira resiko polis seperti apa yang harus mereka bayar? Ingat kalau materi dan kesempatan yang mereka dapatkan adalah seperti premi hasil dari perlakuan khusus mereka terhadap Alisa dan anaknya, apakah polis ini akan sepadan dengan premi yang mereka terima? Ditambah lagi Alisa dan anaknya harus hidup tanpa Daus sekarang, sehingga tidak ada lagi pengemban amanah untuk keduanya. Makanya, coba dipikirkan lagi kalau kita ingin berbuat sesuatu kepada seseorang (yang bukan tanggung jawab kita) berdasarkan jaminan kebaikan yang diberikan. Bisa jadi hal tersebut dimaksudkan untuk mencederai kita sendiri dan mungkin orang lain.
        
Perspektif positif mengenai konsep kebendaan seperti pengganti yang lebih baik, juga dapat dipakai untuk memandang orang sebagai properti. Daus misalnya, rupa-rupanya dia kenal dengan seseorang yang istrinya meninggal mendadak dan Daus mencurigai kalau kematian tersebut tidak wajar karena berhubungan dengan kelompok aliran tertentu. Walaupun masa depan duda ditinggal mati tersebut menjadi lebih maju dan mendapat istri yang lebih cantik dan lebih pintar, hal tersebut tidak dapat menjadi sebuah pembenaran akan pelepasan amanah untuk kearah yang lebih baik. Apalagi ketika hal tersebut dipertontonkan kepada publik dan orang awam dengan tujuan menyesatkan mereka. Daus mungkin tidak setuju, tapi orang awam akan melihatnya sebagai sebuah anugrah yang datang dari langit setelah sebuah kepedihan/musibah. Aliran sesat menganggap akan selalu ada pengganti yang lebih baik dari sebuah kehilangan karena kesalahan-kesalahan fatal yang dilakukan yang tidak bisa diperbaiki atau ditindaklanjuti. Pemikiran tersebut bisa dikatakan melawan Tuhan dengan memberikan reward ketika kita tidak menjaga anugrah atau amanah yang kita terima. 

Untuk para penganut aliran sesat, batasan yang digunakan bukan ajaran dan aturan hukum, tapi deadline, yaitu batasan waktu akan sesuatu hal. Dengan batasan waktu ini mereka tidak akan peduli hal apa yang telah atau akan mereka lakukan, mereka hanya mengerti kapan hal tersebut dimulai dan diakhiri. Ketika IS berteman dengan Alisa, dia diberitahu kapan harus memulai dan sampai berapa lama pertemanan tersebut. Ketika batas waktu berakhir, IS akan mendapat alasan dari kelompoknya (dengan menggunakan kondisi) untuk meninggalkan Alisa sendiri dengan permasalahannya (yang semakin bertambah dengan hadirnya IS). IS tidak akan mau tauk dengan masalah yang dia buat terhadap Alisa, dia percaya semua akan ditangani oleh kelompoknya. Mereka juga menggunakan konsep seperti penjadwalan dalam pertemanan IS dan Alisa. IS ditentukan hanya boleh bertemu Alisa pada hari kerja dan sabtu, tidak boleh pada hari minggu, dan IS tidak boleh mempertanyakan mengenai hal ini. 

Konsep utang piutang seperti hutang budi juga digunakan untuk mengungkung para pengikutnya pada tugas-tugas yang harus mereka lakukan. Daus menerima banyak sekali hal yang tidak perlu untuk menjalin hubungan dengan Lisa dan untuk mengeluarkan Lisa dari masalah, sehingga keduanya terhubung dengan hutang budi yang harus dibayarkan tersebut.         

Para pengikut kelompok aliran yang dianggap sesat memang sangat mematuhi pemimpinnya sehingga mereka mau melakukan apa saja untuk kelompok tersebut. Hal ini seperti sebuah bentuk pengadaan, dimana setiap anggota kelompok "selalu bisa dipakai" sesuai kebutuhan, baik untuk aktivitasnya atau bahkan untuk merubah nasib seseorang. Kesetiaan yang seperti ini berbahaya karena akan merongrong masyarakat dari dalam. 

Alasan untuk melakukan pengujian terhadap seseorang juga sering dipergunakan ketika sebuah kelompok sesat ingin memaksakan sebuah tindakan terhadap orang tersebut. SA misalnya, terjebak pada keinginan untuk menguji kesetiaan Lisa terhadap Daus. IS juga terjebak pada sebuah pengujian oleh kelompoknya agar bisa masuk ke kelompok tersebut.      

Kelompok aliran sesat juga senang memanfaatkan dan mengekspos kelemahan seseorang. Terkadang seseorang bahkan dimanipulasi (kalau orang tersebut mudah dipengaruhi) atau dieksploitasi (kalau orang tersebut posisinya lemah). Kalau dalam contoh diatas maka SA dan SI adalah orang-orang yang dimanipulasi, sementara Alisa adalah orang yang dieksploitasi. Gue sendiri berpendapat yang menjadi masalah adalah bukan psikologi seseorang sehingga dimungkinkan terjadinya manipulasi dan eksploitasi, tapi kenyataan kalau uang dan kekuasaan bisa berbicara lebih banyak, sehingga manusia menjadi tidak berharga dan rentan terhadap manipulasi dan eksploitasi tersebut.  

Ketika manusia sudah diperlakukan dengan menggunakan konsep-konsep kebendaan (properti), akan lebih mudah untuk sebuah kehilangan, baik itu kehilangan atas dirinya sendiri atau kehilangan atas orang lain.



Bersambung...


Sanggupkah? Ketika kita kehilangan hal yang besar seperti ciptaan Tuhan YME? 

Rabu, 07 November 2012

Ola la, Panggang atau Goreng?


Kayaknya gue ga pernah ngomong soal makanan yah di blog ini, makanya sekarang gue mau ngebahas mengenai makanan, mana yang lebih sehat, makanan dipanggang atau makanan digoreng?

Mungkin kalau pertanyaannya diganti mana yang lebih enak, makanan dipanggang atau makanan digoreng, maka akan banyak yang bisa jawab karena jawabannya preferensi masing-masing. Tapi kalau masalah sehat yang mana, tentu lebih sulit ngejawabnya karena harus ada alasannya. Makanan yang dipanggang tidak membutuhkan banyak minyak dan biasanya membutuhkan waktu yang lebih lama karena panasnya tidak langsung mengenai makanan. Sedangkan, digoreng berarti kita membutuhkan minyak yang banyak yang tentunya sangat tidak sehat, karena minyak tersebut ketika dipanaskan teroksidasi dan dapat berubah menjadi substansi yang berbahaya. Digoreng makanan juga akan lebih cepat matang karena minyak sudah dipanaskan dengan suhu tinggi terlebih dulu. Digoreng berarti juga lebih kering dan renyah karena panas yang tinggi langsung masuk ke makanan. Jadi berarti pemanasan dengan cara digoreng jauh lebih berbahaya dari pada dipanggang? Tergantung juga, kalau kita menggunakan lemak trans seperti dari mentega ketika memanggang, maka memanggang bisa menjadi lebih tidak sehat. Sementara, menggoreng yang lebih sehat bisa dilakukan dengan menggunakan minyak yang lebih tahan panas seperti minyak kelapa sawit atau minyak kelapa yang tidak mudah teroksidasi.  

Tapi memang kalau soal preferensi ternyata banyak yang lebih suka digoreng, padahal sangat tidak sehat. Kebanyakan gorengan dan lemak trans dapat menyebabkan penyakit jantung, sakit persendian, cacat pada kelahiran bayi atau mungkin penyakit biasa seperti sembelit, dehidrasi, susah napas, pusing, lesu, penat dan suntuk, kantung mata (pada anak-anak).  Nah, kalau weekend berasa gejala-gejala diatas, mungkin saja makanan kita sudah kebanyakan gorengan atau lemak trans... atau mungkin karena sebab yang lain yang harus dicek.


Jadi gimana, digoreng....
                                                         









atau dipanggang? 



Ya kalo dapat berkat dua-duanya ya dua-duanya...

NB: gue pernah denger digoreng dengan menggunakan tambahan bahan seperti plastik...wow, inikan seperti giving permission for people to die slowly and peacefully (is it peacefully?)...




Minggu, 07 Oktober 2012

Semut Vs. Gajah (A story of Wisdom)

Those who would give up Essential Liberty to purchase a little Temporary Safety deserve neither Liberty nor Safety. Benjamin Franklin 

Alkisah disebuah hamparan padang rumput ada koloni semut yang sangat giat bekerja membangun sarangnya sehingga tinggi menjulang ke angkasa. Semut-semut ini selalu bekerja sama untuk memenuhi kebutuhan mereka, tapi mereka tidak puas hanya sampai disitu. "Sarang ini sempit, penuh sesak, kita harus bisa membangun yang lebih besar lagi, agar kita semua bisa merasakan kenyamanan" kata salah satu diantara mereka. "Tapi sarang ini sudah terlalu tinggi, kita tidak bisa membawa materialnya keatas, sudah terlalu jauh," jawab salah satu semut. Merekapun berpikir keras bagaimana caranya agar bisa membangun sarang yang lebih nyaman. Tiba-tiba seekor gajah lewat didepan mereka dan gajah itu berkata "wow sarang yang kalian bangun tinggi sekali,  bahkan hampir melewati tinggiku." Melihat si gajah, si semut berbisik kekelompoknya, "hey, bagaimana kalau gajah itu kita berdayakan saja, dia bisa sangat berguna." Semut yang lain pun mengangguk setuju. "Tapi, bagaimana cara membujuknya supaya dia mau melakukan apa yang kita kerjakan, mengeruk tanah dan membawanya keatas?" Kelompok semut itu pun akhirnya berunding dan membiarkan sang gajah terheran-heran dengan sikap para semut. Akhirnya merasa dirinya dicuekin, sang gajah pun pergi meninggalkan para semut tersebut, dan memilih duduk dibawah pohon rindang. Ketika sedang beristirahat, tiba-tiba seekor semut datang dan berkata, "Lihat, kami ini para pekerja yang hebat, dengan jerih payah kami, kami bisa membangun sarang setinggi itu. Coba bandingkan kami ini dengan kelakuan kamu yang kerjanya cuma duduk-duduk aja." Si gajah pun terdiam saja mendengar perkataan sang semut. Melihat si gajah tidak bergeming, dia pun melanjutkan "Ah, kamu tuh gajah yang payah dan malas, ga punya kemampuan," dan si semut pun memberikan isyarat kepada teman-temannya yang bersembunyi dibelakang semak untuk membantu dirinya. "Ouw, awww, aduh! Apaan ini?" teriak sang Gajah kaget. Dia merasa ada yang menggigit bagian belakang tubuhnya, terasa pedas sekali. Gajah pun berdiri dan merasakan dikakinya penuh semut yang siap menggigit dirinya. "Kami akan terus menggigiti badanmu sampai kamu mau melakukan apa yang sedang kami lakukan, mengikuti perintah kami. Kami mau kamu membantu kami bekerja membangun sarang." Sang gajah pun berkata, "kalau tidak mau bagaimana?" "Kalau tidak mau mengikuti kami, maka kamu harus pergi dari sini, keluar dari padang rumput ini," jawab si semut. "Tidak bisa, ini kan tempatku," ujar sang gajah. "Kalau begitu, ikuti apa yang kami kerjakan supaya semuanya bisa nyaman dan aman," balas si semut. Akhirnya merasa dipojokkan, si gajah pun mengikuti keinginan si semut. "Ikuti saja apa yang kami lakukan, OK gajah?" ujar si semut. Gajahpun mengangguk. Sang Gajah pun akhirnya bekerja mengikuti apa yang dilakukan si semut, mengeruk tanah dan membawa tanah tersebut keatas sarang dengan belalainya. Untuk sementara, semut-semut ini pun penuh suka cita karena sarangnya menjadi lebih besar dan nyaman, berkat kerja sang gajah. Tapi, tidak berapa lama, hujan pun turun dengan derasnya. Sarang semut yang bagian atasnya terlalu berat pun akhirnya runtuh dan hancur berantakan. Dan tidak hanya itu, akibat pengerukan yang dilakukan si gajah, genangan air pun ada dimana-mana sehingga para semut ini banyak yang mati tenggelam.

Contoh kisah diatas menunjukkan bagaimana sistem komunal yang bergerak untuk kepentingan bersama bisa merusak atau menghancurkan sistem itu sendiri. Ketika entitas-entitas didalam sistem komunal tersebut merasa mempunyai kekuatan yang lebih (massive karena bergerak secara masal) dan melanggar aturan serta etika yang ada hanya karena kepentingan bersama, maka mereka mengundang kehancuran sistemik untuk terjadi. Aturan, etika dan norma ada untuk kepentingan jangka panjang ekosistem tersebut, makanya, ketika terjadi pelanggaran secara masal (walaupun korbannya cuma satu atau sedikit) tapi impact-nya besar untuk kelangsungan hidup mereka. Kisah tersebut juga menunjukkan bagaimana rasio manusia tidak bisa selamanya benar, dimana hal-hal yang dianggap sebagai produktif bisa menjadi sangat tidak produktif kalau kita tidak bijaksana dan tamak dalam menyikapinya. Si semut yang berjiwa sosial juga sangat hipokrit ketika yang mereka lakukan adalah perbuatan ekstrem yang mencerminkan perilaku anti-sosial mereka. Si semut yang berjiwa sosial menyangka bahwa dengan menghina dan memojokkan gajah yang individualis dia bisa mendapat keuntungan besar. Mereka merasa lebih pintar dan kuat sehingga melawan sifat-sifat alami dari ekosistem mereka serta melanggar aturan dan norma yang berlaku, hanya karena sebuah pemikiran dan ide bahwa semua harus menuruti kehendak yang sama. Tidak adanya pemimpin yang definitif tapi hanya pemimpin struktural atas pergerakan yang dilakukan dan hanya mendasari pada kepentingan dan kehendak bersama, mencerminkan bagaimana longgarnya arti sebuah tanggung jawab. Pada akhirnya terbukti bahwa hanya karena mereka mendapat dukungan si Gajah dan menerima pemberian si Gajah, bukan berarti mereka berhak menerima apa yang si Gajah berikan.

Tapi tunggu dulu, apa sebenarnya yang terjadi pada kumpulan semut tersebut ketika Gajah pergi untuk beristirahat dibawah pohon yang rindang? Ternyata ketika si semut sedang berunding, datanglah Bison. Bison menghasut semut bahwa si gajah adalah binatang yang anti sosial dan tidak mau menolong. "Gajah hanya mementingkan diri sendiri dan mau enaknya aja," bisik Bison. "Lalu, apa yang harus kami lakukan?" tanya semut sedikit senang karena Bison ada dipihak mereka. "Lakukan dan katakan apa yang aku bisikkan pada kalian ke gajah tersebut..." dan Bison pun membisikkan sesuatu ke telinga para semut, para semutpun akhirnya mengangguk setuju. Di akhir cerita, Bison yang ternyata pawang hujan bersorak gembira karena rencananya berhasil. "Akhirnya hamparan tanah dengan air yang mengalir ini menjadi milikku. Hahaha...hohohoho..." Tinggalah para semut menyesali tindakan mereka karena hasil tidak wajar yang mereka terima dengan melakukan ketidakwajaran harus dibayar dengan mahal.

Nah, kisah diatas adalah kisah negeri semut, untungnya kita semua hidup di negeri dengan azas Pancasila yang artinya semua perbuatan kita bernapaskan sila-sila dalam Pancasila. Dan bukannya menempatkan Pancasila sebagai utopia dan tujuan hidup yang harus diraih bahkan dengan cara-cara yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD yang sudah kita yakini bersama.


Lagipula, kisah ini tentunya membuat kita berpikir mengenai bison, gajah aja digituin apalagi semut???

Senin, 17 September 2012

Proteksi Minimal Yang Bisa Dilakukan Perempuan

Segala sesuatu berubah sangat cepat dewasa ini. Ketika orang mau yang lebih untuk dirinya atau orang lain, mereka pun mau melakukan apa saja untuk memenuhi desakan perubahan tersebut. Loyalitas pun terkikis hanya karena orang kemudian lebih loyal pada keinginan untuk perubahannya dan bukan karena entitasnya. Orang ingin lebih baik, lebih sejahtera, lebih makmur, lebih terkenal, lebih mapan, lebih dll, tapi mengukur lebihnya dengan menggunakan takaran uang. Tidak heran kalau sekarang perubahan yang drastis bisa terjadi di semua aspek kehidupan. Lingkungan dengan cepatnya berubah, lebih polusi, lebih panas, matahari pun lebih menyengat. Cuaca berubah lebih ekstrem, lebih banyak badai dan angin puting beliung terjadi. Bumi pun berubah, lebih bergoyang dengan laut yang lebih agresif menyerang daratan. Agamapun berubah menjadi lebih radikal, tapi malah sangat kontras dengan kejahatan kriminal yang lebih kompleks dan violence. Pergerakan yang huru-hara dan hura-hura lebih banyak ditampilkan sebagai bagian kehidupan sehari-hari, it does look like we're getting worse, tapi tetap saja semakin banyak orang yang meneriakkan perubahan dan ingin yang lebih lagi, seakan-akan mereka kebal akan perubahan (huru-hara dan hura-hura inilah yang mungkin menyebabkan kita tidak sensitif akan adanya konsekuensi dari sebuah perubahan). Perempuan pun bisa jadi lebih vulnerable dan harus bisa menyikapinya dengan kesiapan fisik dan mental untuk menghadapi gempuran perubahan ini. Kesiapan fisik dan mental dapat dilakukan dengan aktif memproteksi diri terhadap hal yang bisa membahayakan baik dari unsur alam maupun lingkungan. Berikut beberapa hal yang minimal menurut gue yang dapat dilakukan sekarang oleh perempuan untuk memproteksi dirinya terhadap perubahan alam dan lingkungan:     


1. Penggunaan Sunscreen
Akhir-akhir ini ketika gue keluar dan matahari lagi terik-teriknya, wajah akan terasa panas banget dan mata berasa silau. Biasanya gue ga terlalu khawatir karena gue selalu pakai krim tabir surya yang emang udah dari dulu menjadi penghuni setia di dompet kosmetik gue (jauh sebelum bb krim yang identik dengan SPF muncul). Kulit gue termasuk yang sensitif, makanya butuh perlindungan ekstra dan SPF 30+ biasanya sudah cukup melindungi kulit wajah gue. Sun Protection Factor (SPF) memberi perlindungan terhadap sinar ultra violet, UVA dan UVB, dari matahari, walaupun banyak produk yang ternyata hanya memblock UVB saja. Padahal, UVA sangat berbahaya bagi tubuh karena radiasi yang ditimbulkannya dapat membunuh tanpa ketahuan dan menyebabkan kanker. Label "broadspectrum" pada produk SPF mengindikasikan kalau produk tersebut juga dapat memblock UVA selain UVB, atau untuk produk-produk dari Asia, label yang digunakan adalah PA beserta tanda plus, dimana yang tertinggi saat ini adalah PA+++. SPF mempunyai nilai berkisar antara 8 sampai dengan 50, dimana diatas 50 tidak akan terlalu memberikan perlindungan tambahan yang berarti.

Tapi, walaupun sudah menggunakan produk SPF bukan berarti kulit kita sudah terlindungi. Gue aja sekarang ngerasa kalau produk SPF yang biasa gue pakai udah kurang efektif. Selalu aja ada patch gelap di kulit muka gue setelah gue berjemur (sebentar) di matahari (dulu ga begitu loh, produknya selalu sukses menjaga kulit gue). Mungkin perlu juga ditambah dengan foundation yang bisa menutup kulit dengan warna secara sempurna. Serangan matahari? Foundation + sunscreen here I come...

2. Asupan Antioxidant
Banyaknya suplemen berisi antioxidant dipasaran menandakan masyarakat sudah cukup sadar akan pentingnya antioksidan. Antioksidan dapat memproteksi tubuh karena menghambat proses oksidasi molekul-molekul di dalam tubuh yang dapat menghasilkan radikal bebas. Radikal bebas berbahaya karena bisa menimbulkan reaksi berantai yang merusak sel-sel dalam tubuh. Ada banyak sekali sumber-sumber antioksidan baru yang khasiatnya berlipat ganda dari yang biasa kita konsumsi sehari-hari, dan banyak yang berasal dari tanaman tropis negeri ini. Kita mengenal vitamin A, C dan E sebagai antioksidan yang baik yang bisa didapatkan dengan mengkonsumsi sayuran dan buah-buahan segar. Antioksidan lainnya adalah Lycopene yang bisa didapatkan dengan mengkonsumsi tomat, lemon atau semangka. Flavonoid, yang sering terdapat pada tanaman obat tradisional dan rempah-rempah, juga termasuk antioksidan yang berguna bagi tubuh kita. Pokoknya, kalau ingin tubuh kita sehat dan terbebas dari berbagai penyakit degeneratif, maka antioksidan adalah salah satu solusi yang akan menjaga tubuh kita dari serangan-serangan penyakit tersebut. Bahkan kalau tubuh kita mendapatkan virus dan bakteri (bakteri penyebab jerawat juga termasuk!) tak terduga, antioksidan dapat membantu tubuh kita untuk melawan serangan tak terduga tersebut. 

3. Physical Exercise
Dulu sampai bosen kita disekolah mendengar kata "Men sana in corpore sano, di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat" untuk menegaskan betapa pentingnya kesehatan tubuh kita (gue rasa mungkin pada masanya, ada benarnya perkataan tersebut, tetapi untuk masa modern sekarang ini dimana ada banyak faktor yang lebih kuat yang dapat mempengaruhi jiwa kita selain tubuh kita, maka gue agak meragukan arti dari kalimat ini). Walaupun gue agak ragu akan arti pernyataan ini, tapi bukan berarti tubuh menjadi tidak penting untuk kesejahteraan kita, karena kalau kita sakit pasti daya berpikir dan emosi kita akan terpengaruh. Latihan fisik secara teratur dan berkelanjutan memang penting untuk menjaga tubuh agar tetap sehat. Olah fisik dapat melancarkan peredaran darah, melatih otot, tulang dan jantung, serta membantu tubuh mengeluarkan racun lewat keringat yang keluar. Kekuatan fisik yang didapatkan dari olah tubuh secara teratur dapat menjaga kesehatan tubuh, sehingga minimal tubuh dapat melakukan aktivitas sehari-hari dengan baik. Bahkan, latihan fisik dapat membantu wanita menghadapi hal-hal yang tak terduga seperti berhadapan dengan orang jahat, mungkin tidak untuk melawan, tapi cukup punya kekuatan untuk bisa mengelak dan mengambil langkah seribu (kalau ibu-ibu biasanya larinya malah mengejar Smiley, tapi hal ini sangat tidak disarankan!). Latihan fisik sangat beragam bentuknya, mulai dari yang membutuhkan daya tahan yang ringan seperti berjalan kaki sampai yang berat seperti sepeda marathon. Ada juga yang butuh keahlian khusus seperti panjat tebing dan akurasi seperti bowling. Olah tubuh lain bahkan membutuhkan kerjasama team seperti basket. Untuk wanita, olahraga yang membutuhkan kelenturan seperti senam dan balet, atau yang membutuhkan konsentrasi seperti Yoga banyak diminati. Dengan pilihan yang banyak, maka para wanita dapat memilih olah tubuh yang sesuai dengan kebutuhan, kemampuan dan kesenangannya. Lebih enak dan nyaman rasanya melakukan latihan apabila tidak terpaksa atau memaksa diri. Gue sendiri memilih Yoga dan berjalan kaki sebagai bentuk latihan fisik yang gue sukai. Jalan kaki bisa dilakukan di tempat-tempat favorit pilihan kita atau hanya dengan memilih untuk naik busway (yang kita tauk beberapa jalanan koridor transitnya cukup panjaaang) daripada menggunakan mobil atau motor pribadi.    

4. Self-Awareness
Biasanya perempuan lebih gampang aware dengan hal-hal yang berbau keindahan dan materi, pokoknya yang bagus, baru dan menarik pasti akan masuk waiting list daftar belanjaan kita. Ketika ada event perayaan, kita pun ingin tampil berbeda dan baru, at least kalau ga bajunya ya sepatunya, belum lagi tambahan aksesorisnya, tasnya, rambutnya... namanya juga perempuan, kitakan mikirnya semakin indah dan bagus maka akan semakin baik. Apalagi sekarang jamannya teknologi canggih, perempuan pun ingin yang terlihat bagus dan canggih tanpa mempertimbangkan rasio. Ada BlackBerry baru kepingin, ada iPad yang lebih keren kepingin, padahal ga butuh-butuh banget karena teknologi yang lama dan yang sudah dimiliki sudah mencukupi. Gue terus terang ga punya yang namanya BlackBerry (kasian deh gue...Smiley), makanya gue sering dibilang gaptek. Masalahnya, kenapa harus bangga kalau cuma bisa makai teknologi orang, malu dong, buatnya aja kita ga bisa kok makainya bangga. Lagian, kalau ilmunya aja kita ga punya, kok berani kita mimpi punya ini itu. Palingan kita jadi tergantung sama teknologi orang apalagi yang baru-baru tuh costnya mahal, bisa-bisa semakin berat aja kita menggantung...lah kalau nanti keberatan dan talinya putus gimana? (kasian deh lo...Smiley). Makanya, perlu juga untuk belajar mengerem dan mengenal siapa, apa dan bagaimana diri kita, seberapa cepat dan jauh kita bisa melangkah. Kalau ini saja kita ga ngerti, bisa-bisa tahun depan tergadai semua milik kita. Mungkin para perempuan harus bertanya pada diri mereka sendiri, apakah orang yang ingin kita terlihat lebih cantik, lebih bagus, lebih ini dan itu berarti orang yang mencintai dan menyayangi kita? Terlihat peduli mungkin, tapi loyalkah? (mengingat kemampuan kita yang terbatas). Apa mau kita diutak-atik, tuning sana-sini untuk mendapatkan leverage yang lebih itu, lalu bagaimana kalau sudah mentok? Masih ingatkan kasus perempuan yang dijanjikan mau dijadikan model, sudah dipoles sana, dipoles sini tapi ujung-ujungnya malah dieksploitasi?

Perempuan terkadang sulit untuk aware akan konsekuensi yang akan atau bisa dihadapi dalam sebuah situasi. Apalagi ketika lingkungan dimana mereka berada, memasang modus siluman atau stealth mode, maksudnya, tidak mengakui adanya permasalahan ketika sebenarnya ada permasalahan. Modus siluman mengabaikan permasalahan sehingga permasalahan akan semakin besar dan akan menimbulkan kerugian yang terbesar pada elemen terlemah didalam society (anak-anak dan perempuan). Bahkan ketika ada yang  seakan-akan peduli dan bertanya mengenai sebuah permasalahan dan menjajikan solusi, perempuan tidak bisa percaya begitu saja. Karena, ketika yang bertanya dan berjanji tersebut adalah bagian dari permasalahan, sehingga menyebabkan si perempuannya terbentur pada solusi yang percuma, maka, hal tersebut bisa membuat dia putus asa yang malah akan mendorong perempuan untuk ikut mengingkari permasalahan. Ketika perempuan ikut mengingkari permasalahan (hypocrisy) sehingga melepaskan tamengnya, disinilah kekuatan jahat yang mengintai dapat tiba-tiba muncul dan mungkin berakibat fatal. Makanya ladies, kalau ada orang nongol mau memberikan solusi atau sekedar mengatakan "ceritakan dong ke Pram permasalahannya apa..." dan sok ngorek-ngorek masalah, jangan langsung percaya, karena kalau terbukti mereka adalah bagian orang yang ikut berkongkalingkong, hal-hal tersebut malah akan membuat perempuan tersebut dimanfaatkan. Jangan gunakan penilaian per individu karena dalam sebuah perkongkalingkongan tidak ada yang namanya inisiatif sendiri. Jadi, walaupun orang tersebut terlihat sebagai orang baik-baik atau si Pram ini mengaku ustadz dan memberikan banyak kebaikan, jangan mengharapkan apa-apa dari personality individual mereka, that's just the way they work. Seingat gue ada peristiwa mahasiswi yang ga nongol pas UAS, dibawa orang tauk-tauk dah sampai ke RS (dapet lampu "kuning" tuh). Eh, dejavu, mau berulang lagi kejadiannya ketika setelah pulang dari pusat perbelanjaan (untungnya prampuan ini udah pulang sekarang, kalau nggak, bisa-bisa dapet lampu "merah"). Banyak orang mengatasnamakan agama untuk aktivitas kriminal mereka, sehingga jangan sampai terhipnotis oleh tampang, perilaku santun dan atribut agama. Coba cek dulu keluarganya dan tempat tinggalnya dimana dia sudah berpuluh-puluh tahun tinggal, kalau ada yang ga beres atau aneh dengan kondisi keluarganya (ortu ga ada, istri/suami yang ditelantarkan, diceraikan dengan percekcokan, atau anak yang tidak ketahuan juntrungannya) maka sebagai perempuan, kita harus hati-hati.

Uang (dan peluang) ga bisa dijadikan patokan akan sebuah kebaikan. Kalau kita menerima uang, bukan berarti yang memberikan uang (dan peluang) baik sama kita, tapi kemungkinannya kita akan dimanfaatkan dengan banyaknya persyaratan yang harus dipenuhi. Manfaat dan persyaratan yang seperti apa, harusnya bisa kita ukur dengan mengenal kemampuan kita dan batasannya apa. Apakah ada keanehan dan ketidak wajaran dari persyaratannya, misalnya berupa pengambilan hak diri sendiri atau orang lain sebagai syarat uang tersebut? Karena, ga bisa kita biarkan diri kita dimanfaatkan dan diarahkan dalam hal apapun hanya supaya bisa lolos untuk hari ini atau esok hari, atau untuk euforia sesaat, karena bisa jadi taruhannya adalah masa depan orang banyak atau diri sendiri yang memang ga bisa diukur dengan uang (dan peluang). Orang lain yang peduli dan menyuplai kehidupan dan penghidupan kita, belum tentu peduli dengan hidup dan nyawa kita. Banyak kasus dimana perempuan mendapat kehidupan dan penghidupan yang lebih baik seperti di negeri seberang pada akhirnya malah kehilangan nyawanya.

Terkadang orang yang kita bisa percayapun dapat melakukan tipu muslihat, hanya perlu sensitifitas kalau ada yang sedikit aneh. Contoh kasus ya, gue punya teman orang padang, dia didatengin saudara jauhnya (tauk sendirikan orang padang banyak banget saudaranya). Dia bawa teman yang menurut pengakuannya berasal dari padang juga. Sebenarnya teman gue ini udah curiga karena logat padang orang yang dibawa ini ga ada dan pas lihat ktp dia juga bukan lahir di padang tapi di jawa. Tapi, karena tingkah laku dan bawaan orang ini alim dan santun, temen gue nih percaya aja malah termotivasi dengan cerita-cerita suksesnya dan memberikan dia jabatan sebagai penanggung jawab. Lagian, bisnis yang dilakukan dengan saudara jauhnya ini juga menghasilkan keuntungan banyak karena kemudahan pasokan barang yang dia terima dari saudara jauhnya ini. Suatu saat temen gue nih menderita sakit tiba-tiba, sehingga harus ke RS. Ketika dia pulang dari rumah sakit, dia melihat rumahnya sudah porak peranda dan mendapatkan harta benda yang sudah dia dapat dari hasil jerih payahnya berbisnis selama ini hilang, hal-hal yang dia dapat sehingga impian-impian indahnya bisa terwujud hilang. Bisnisnya pun akhirnya ambruk karena uang kas dibawa kabur orang, dan teman gue ini kemudian menyalahkan orang bawaan saudara jauhnya yang hilang tak tauk rimbanya. Saudara jauhnya mengaku tidak tauk menauk masalah tersebut dan ikut menuding orang yang dia bawa (yang udah kabur entah kemana). Usut punya usut, ternyata bisnis yang selama ini temen gue lakukan menguntungkan bos saudara jauhnya karena dialah pemasoknya (bosnya semakin kaya). Temen gue pun akhirnya bangkrut karena utang yang harus dibayar dan modal awal yang sudah semakin tinggi untuk memulai bisnisnya. Dari cerita ini harusnya kita melihat kalau kecurigaan tidak bisa dianggap enteng, temen gue mungkin hanya kehilangan harta bendanya, tapi bisa jadi di cerita yang lain, orang akan kehilangan nyawanya. Sekali lagi gue tekankan, cek keluarganya dan tempat tinggalnya dimana dia sudah berpuluh-puluh tahun tinggal, kalau ada yang ga beres maka kita harus hati-hati. Awareness itu penting apapun situasinya, jangan hanya uang dan peluang saja yang dilihat.                 

Masalah awareness ga bisa ditampik dengan alasan yang ga jelas dasarnya apa. Terkadang, ada aja perempuan yang mengatakan "berserah diri aja sama yang diatas dan minta perlindungannya, insya allah akan aman-aman saja" ketika perempuan dinasehati untuk tidak sering pulang malam, atau menempuh rute perjalanan ditempat yang sepi, atau mengendarai sendiri motor kemana-mana. Mereka pun menjadi tidak hati-hati dan menganggap enteng apa yang sudah biasa mereka lakukan. Seakan-akan mereka bawa-bawa nama agama, tapi mereka tidak aware akan ketentuan-ketentuan dalam agama tersebut. Mereka hanya yakin pada dirinya sendiri kalau sudah mendapat blessing, tapi tidak yakin pada ketentuan dalam agama tersebut sehingga pelanggaran apapun bisa mengatasnamakan Tuhan. Ketika kita (gue termasuk) berjalan sendiri di tempat yang sepi misalnya, kita harusnya sadar sedang mengundang takdir buruk untuk terjadi sehingga akan selalu waspada. Kalau kuat keyakinannya akan ketentuan Tuhan YME, maka minimal kita tidak mau melakukannya lagi, apalagi kalau untuk mendapat kenaikan gaji (karyawati) atau menjadi aktivis sejati (mahasiswi). Lebih baik bekerja pada waktunya atau belajar lebih keras lagi daripada menghalalkan segala cara seperti diatas. Lagian, kita tidak sedang berada di surga dimana orang beriman pasti mendapat semua kebaikan (kesejahteraan, ketentraman) yang sudah dijanjikan Tuhan YME. Banyak perempuan mengejar kebaikan-kebaikan tersebut didunia, dengan sengaja melanggar tanpa menyadari akibatnya karena beranggapan hal tersebut ditujukan untuk kebaikan-kebaikan ini. Kekuatan orang-orang jahat muncul karena adanya hypocrisy seperti ini, makanya perlu untuk membangkitkan dan mengembalikan kesadaran dan tanggung jawab para perempuan, at least pada diri mereka sendiri. Kita sedang hidup di dunia dimana kejahatan bermacam-macam bentuknya dan dapat mengenai siapa saja, apalagi tanpa adanya awareness. Ilmu dan pengetahuan perlu ditingkatkan untuk membangun self-awareness tersebut sebatas apa yang bisa dilakukan oleh seorang perempuan.

Untuk menunjukkan betapa vulnerablenya perempuan dalam masa-masa perubahan alam dan lingkungan ini, maka berikut data yang gue dapatkan dari search engine mengenai kematian mahasiswi oleh berbagai sebab dalam satu tahun terakhir (dan daftarnya terus bertambah):

UPH, Caroline Oktavianie Tamboto, 25 Nov'11, 19th, Lippo village (kondo-dibunuh)  
Trisakti, Arum Natalie Ratna, 12 Jan, depan Kompleks Istana Negara (RS- tertimpa pohon)
Unsuri, Suhartini, 15 jan, 20th, Sidoarjo (kubangan parit-dibunuh)
ITB, Angelina Yovanka, 5 Feb, 19th, Garut (sungai-tenggelam)
IT Telkom, Diayu Eritasari, 7 maret, 20th, dayeuhkolot (kos-dibunuh)
Syiah Kuala, Siska, 22 Maret, 20th, Lhokseumawe (RS-sakit tiba-tiba)
STAIN, Dakwatul Khoirot, 27 Mar, Pamekasan (jalan-kecelakaan motor)
IPB, Rifda Izatunisa, 30 Mar, 19th, Bogor (jalan-kecelakaan motor)
Stikes, Lilik Andriana, 5 April, 19th, Surabaya (rumah-dibunuh)
UIN Syarif H, Izzun Nahdiyah, 7 Apr, 24th, Tangerang (rumah pelaku-dibunuh)
STAIN, Afridarni, 2 Mei, 21 th, Bukittinggi (jurang-dibunuh)
UNDIP Fisip, Bunga Hoetami, 7 Mei, 20th, Semarang (jalan-kecelakaan motor)
 Trisakti, Suharti La Popo, 9 Mei, 22th, Tangerang (jurang-dibunuh)
  ..., Noviani, 14 Mei, 22th, Pacitan (RSUD-overdosis miras)
..., Charstia Anggraeni, 6 Jun, 17th, Wonogiri (jalan-kecelakaan motor)
UNDIP Sastra Inggris, Natisa Listyani Nasiroh, 7 Jun, 24th, Semarang (jalan-jambret)
IPDN, Nesya Khairunisa, 16 Jun, 22th, Bandung (RS-sakit kanker darah)
Petra, Zaza Yesika Sinjaya, 19 Jun, 20th, Surabaya (kos-gantung diri)
STIAMI, Aprilia Indriyani, 3 Jul, 21th, Penjaringan (Hotel Pondok Kencana Indah-dibunuh)
UNS, Umi Khasanah, 23 Jul, 19th, Solo (jalan-kecelakaan)
UI, Lucia Novianti Dewi, 24 Jul, 23th, Pondok bambu (jalan-kecelakaan motor)
STIE Wira Wacana, Karin Kamba Ipu, 7 Agu, 22th, Waingapu Sumba Timur (RS-kekerasan)
STIKES Ahmad Yani, Desy Sriyudianti, 9 Agu, 22th, Cimahi (kost-dibunuh)
Unibraw, Lintang Chandra, 10 Agu, 21th, Madiun (jalan-kecelakaan motor)
Unika Kupang, FB, 27 Agu, 22th, Kupang (kos-aborsi)
STKIP, Azizatul Sakdiyah, 1 Sep, 22th, Klatakan Situbondo (warung pantai-dicekek)

Sementara yang hilang:
Trisakti, Nadia Dwi, Nov '11, 20th (ditemukan)
UI, Nurul Fitriyah, Juni, 23 th (ditemukan)


Makanya proteksi itu penting, ga bisa jugakan korbannya kalau cuma disuruh ngomong "jangan dong...". Tapi, bukan berarti proteksi hanya untuk para mahasiswi aja lo. So, the next para ibu, para istri...harus hati-hati dan waspada karena sekarang bukan saatnya positif thinking lagi, jaman berubah, alam semakin kejam dan kejahatan dapat mengintai dimana-mana, jangan biarkan kejahatan tersebut menang secara total. Lagian, kita juga sudah kehilangan Bu Menkes dan gue rasa hal tersebut alarm untuk perempuan akan kondisi yang semakin vulnerable. 

Sebagai tambahan, angka kecelakaan selama lebaran naik dari tahun lalu dengan kenaikan 32,48% untuk sepeda motor dan 16% untuk korban meninggal dunia (Sumber: disini). Sementara itu, angka kecelakaan lalin DKI Jakarta dari Januari sampai Oktober 2011 memprihatinkan dengan jumlah kecelakaan 6732 kasus dengan 935 orang meninggal dunia. Di wilayah Jakut hampir setiap pekan ada kecelakaan yang melibatkan truk kontainer (Sumber: Jalan Raya Bak Medan Perang, Warta Kota, hal 2, 29 November 2011)


Noah said its going to be painful for them...to learn its the sea of life.


Sabtu, 08 September 2012

Milih-milih...Milih yang mana ya?

Setelah habis milih-milih baju yang mana yang akan digunakan untuk berlebaran, apa memakai baju yang lama atau baju yang baru, kemudian milih mau jalan-jalan kemana di akhir minggu lebaran...akhirnya tiba saatnya milih hal yang lebih berat lagi...milih pemimpin untuk kota Jakarta!

Milih pemimpin memang tugas yang berat, kalau salah milih, bukannya rakyat yang selangkah lebih maju, malah dapet langkah seribu berlari meninggalkan segudang masalah. Pemilih adalah para individual yang sudah dewasa, dimana pengetahuan, nilai dan persepsi akan permasalahan yang ada sudah terbentuk melalui sebuah proses panjang, sehingga semua hal tersebut sudah melekat erat dalam pemikirannya yang dapat dipakai dalam mengambil keputusan. Pemilih diharapkan bukan orang yang mudah diperintah dan didoktrin seperti anak kecil, dimana yang benar dan yang salah hanya berdasarkan perkataan saja, dan mudah mempercayai impian-impian idealis yang disampaikan. Seorang pemilih yang dewasa akan menyikapi dengan bijak, sekat-sekat, perbedaan dan permasalahan yang ada, dengan tidak mengacuhkannya dan tidak melibasnya dengan sebuah langkah tidak membumi yang penuh idealisme, simbolisasi dan impian seakan-akan perbedaan dan sekat-sekat tersebut tidak ada dan tidak pernah ada didalam kehidupan bermasyarakat. Sekat-sekat, perbedaan dan permasalahan harus digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan dengan menyikapinya dengan sikap tenggang rasa, kepedulian dan menghormati antar sesama manusia agar ketentraman dalam bermasyarakat dapat terjaga. Isu SARA yang dihembuskan (hembusan terlalu halus sebenarnya, karena isu SARA ini dipakai untuk menggempur habis-habisan persepsi masyarakat Jakarta) di masa pemilihan gubernur Jakarta ini, seakan-akan mengkriminalkan sebuah pemikiran akan sisi Jakarta dimana justru kaum yang dianggap mayoritas dan penduduk aslinya masih sering  termaginalkan dan masih timpang dalam hal ekonomi dan pendidikan. Kaum yang dianggap mayoritas ini kepentingannya masih dianggap belum tercukupi, sehingga diharapkan dengan mengangkat pemimpin yang berasal dari mereka, maka gap dan ketimpangan yang terjadi dapat diminimalkan (dan meminimalkan gesekan yang masih sangat rawan terjadi). Sementara itu, untuk kaum yang dianggap minoritas, sejak jaman reformasi sudah cukup banyak sebenarnya hal yang dilakukan untuk menghormati kepentingan kaum minoritas, jangan sampai hal tersebut dirusak dengan langkah grasak-grusuk yang secara picik mengangkat isu SARA.

Lagipula, sebagai pemilih, ada banyak faktor yang menjadi alasan untuk memilih figur tertentu yang tidak bertumpu hanya pada rasio saja. Walaupun kita bisa menggunakan rasio untuk menyelesaikan problem hidup, tapi tetap saja rasio tersebut harus dibatasi dengan nilai-nilai yang kita miliki. Sehingga, faktor keyakinan, agama dan nilai-nilai yang kita pegang selama ini seharusnya juga dapat berpengaruh dalam memilih siapa pemimpin Jakarta nantinya. Kerusuhan di Sampang bisa dikatakan tindakan berdasarkan isu SARA, tetapi, pemilih yang menggunakan nilai dan keyakinannya ga bisa diplintir dan disalahkan dengan menggunakan isu SARA. Pemilih adalah seorang individu dewasa, dan mereka berhak memilih berdasarkan keyakinan dan nilai-nilai yang mereka miliki karena hal tersebut adalah hal yang legal. Mereka toh tidak melakukan tindakan lain (baik tersembunyi maupun terang-terangan) yang bisa merusak pilkada seperti menghasut, intimidasi, teror dan lainnya. Di negara paman Sam aja, faktor agama sering menjadi bahan perdebatan dalam pemilihan pemimpin mereka (mereka mendebatkan masalah agama gereja mormon yang dimiliki salah satu kandidatnya). Dan, mereka tidak melihat hal tersebut sebagai masalah SARA, melainkan kesiapan warganya menerima figur dari agama gereja mormon tersebut yang merupakan minoritas, karena, walaupun Amerika cukup liberal kalau dilihat dari kacamata orang kita, tapi mereka tetap melihat agama sebagai faktor yang kritikal dalam pemilu mereka dan merupakan bagian dari pandangan kritis mereka, akan nilai-nilai yang mereka miliki. Nah, jika kesiapannya yang dilihat, maka, apakah warga Jakarta sudah siap dipimpin oleh figur yang berasal dari kalangan minoritas? Jawabannya tentu harus secara real tergambarkan dari apa yang ada di lapangan dan bukannya melulu hasil survey. Hasil survey tidak menjawab hal real seperti: apa warga Jakarta yang mayoritas bisa menjamin dan menjaga keamanan warganya yang minoritas akibat dari gesekan yang mungkin timbul akibat pemilihan ini sehingga warga minoritas tidak perlu lagi sibuk menjaga lingkungannya dengan mendirikan portal-portal dan pagar-pagar yang tinggi di kota Jakarta? (Survey menggunakan sampling dan gue bukan fans dari teknik-teknik statistik seperti sampling apabila hal yang disampling terlalu crucial dan kompleks. Sampling dilakukan untuk menentukan tindakan yang tepat bagi keseluruhan populasi. Karena targetnya adalah keseluruhan populasi maka sampling harus acak, jumlahnya cukup dan bisa merepresentasikan populasi. Individu atau sekelompok orang dipilih untuk menjadi objek atau sasaran experiment atas hal yang akan berpengaruh terhadap populasi yang ditargetkan. Sampling adalah "cara cepat dan mudah" untuk mendapatkan kesimpulan atas gambaran keseluruhan populasi, sehingga dapat dilakukan tindakan yang tepat bagi populasi tersebut.)  

Gue cuma berharap masyarakat Jakarta tidak bisa dikerdilkan dan dengan mudahnya dibodohi dengan diberikan hanya "isu SARA" karena dua pilihan yang ada untuk masyarakat Jakarta, masing-masing ada alasan tersendiri untuk memilihnya. Ga bisa kalau dikatakan kita memilih si anu berarti masalah SARA sudah tidak ada di Jakarta, atau kita memilih si anu berarti kita pro terhadap sikap yang SARA. Kita menghargai masing-masing individu dengan tidak melakukan tindakan terhadap orang lain berdasarkan SARA tanpa dasar dan peraturan yang jelas. Kita juga tidak bisa ikut campur mempengaruhi kebebasan seorang individu dalam menggunakan haknya, baik dengan intimidasi berupa perkataan maupun perbuatan karena hal tersebut adalah bentuk teror. Teror berisu SARA yang terjadi belakangan ini memang tidak berhubungan dengan pilkada DKI, tapi timingnya sangat tepat untuk mempengaruhi keputusan warga Jakarta dengan persepsi yang bisa merugikan dan membelah kedua kubu sehingga tercipta suasana yang tidak sehat dan tidak produktif. Di satu kubu isu SARA mendeskriditkan agama dan menyudutkan kubu tertentu, sementara di kubu yang lain bisa saja merasa sedang diteror.

Off the topic: gue mau bicara sekali lagi soal teror. Kriminalitas yang terjadi di lingkungan masyarakat biasanya berupa pengambilan hak seseorang secara paksa yang berwujud fisik atau materi yang dilakukan perorangan atau berkelompok, sehingga, persepsi yang fisik dan materi ini dapat jelas tertangkap oleh masyarakat dan masyarakat paham benar bentuk-bentuk kriminalitas ini. Pencurian, pemerasan, penyuapan, pengrusakan sampai kriminalitas berat seperti korupsi dan pembunuhan sudah cukup dipahami bentuk-bentuknya oleh masyarakat beserta hukumnya. Teror adalah tindak kriminal yang masih belum jelas dasar hukumnya apalagi yang bersifat individual dan perseorangan karena bukti yang dihasilkan sangat minim. Bukti yang minim tersebut karena teror menyerang (usaha untuk merusak, mengambil, mengubah dengan paksaan) fitrah seseorang yang tidak mempunyai wujud fisik seperti jati diri, pemikiran, psikologi (emosi dan perasaan), nilai, perilaku dan keyakinan. Teror bisa dibedakan dengan kriminalitas biasa karena adanya pengulangan (tindakan yang berulang-ulang) kepada satu target. Teror yang melibatkan masyarakat luas (dimana masyarakat luas sebagai pelakunya atau targetnya) biasanya sudah terorganisir dengan baik dan para pelaku biasanya hanya menjalani perintah atau mengikuti orang lain. Teror memang tidak bertujuan mengambil materi atau uang dari korbannya, bahkan pelaku teror biasanya malah harus mengeluarkan dana untuk aksinya, walaupun demikian, akar masalah atau penyebab dari tindak kejahatan teror mungkin karena masalah ekonomi juga, yang dibungkus rapi dengan tujuan-tujuan yang mulya dan baik. Makanya, sumber dana dan bagaimana para pelaku mendapatkan dana dan fasilitasnya adalah hal yang penting dalam mengusut tindakan terorisme ini. Menurut pendapat gue pribadi, pelaku teror adalah orang-orang yang tidak puas atas hasil ciptaan Tuhan atau kuasa Tuhan, sehingga mengambil jalan pintas untuk mengubah psikologis, nilai dan keyakinan orang lain dengan cara-cara paksaan. Cara-cara paksaan maksudnya dihadapkan langsung, face to face, dengan sikap dari keyakinan mereka tapi dengan konsekuensi targetnya tidak bisa mengelak atau melawan karena ketidakjelasan tindakan dan serangan yang dilakukan (teror mungkin membuat kita bertanya dan meragukan orang lain, ini kawan atau lawan?). Teror merancukan pemikiran kita akan siapa the real enemy is karena tendensi dan persepsi kita sudah dirusak oleh teror tersebut. Kita selalu dibuat mengira-ngira apa sebenarnya tujuan (yang tidak jelas atau tersembunyi) dari tindakan teror tersebut. Ok, back to topic.

Hal yang lebih penting sebenarnya daripada mengangkat isu SARA ini, adalah bagaimana program dan kesiapan dari masing-masing kandidat dalam memimpin Jakarta kedepannya. Apakah Jakarta akan dirubah dengan menggunakan jalan pintas dengan memanfaatkan fasilitas dari pihak lain sehingga dapat membebani Jakarta dan independensinya di masa mendatang? Apakah Jakarta akan dirubah secara drastis sehingga Jakarta bisa jadi kehilangan akar budayanya dengan kehilangan cagar budayanya? Bagaimana sikap para kandidat terhadap para pemilihnya, yaitu warga Jakarta sebagai stakeholder dalam pembangunan kota Jakarta, apa akan disingkirkan dan diasingkan begitu saja (secara damai atau paksaan tetap saja namanya disingkirkan) atau diajak berperan serta? Ingat kalau Jakarta, walau menyandang status sebagai ibukota RI yang representatif terhadap keberagaman RI secara keseluruhan, tetapi Jakarta harus tetap sebagai Jakarta yang mempunyai kekhasan tersendiri. (Salah satu kandidat memang khas banget betawinya, tapi kandidat lainnya mengusung kekhasan yang mengingatkan gue pada video klip lagu "The Lazy Song"-nya Bruno Mars).             

Kalau dilihat dari incumbent atau bukan, pastinya masing-masing bisa punya argumennya sendiri. Yang incumbent memang ga sempurna, tapi, masih banyaknya pendukung yang mempercayai dan berharap akan kepemimpinanya membuktikan dia memang layak sebagai pemimpin. Sementara itu, yang bukan incumbent dapat memberikan harapan dan impian yang baru dari yang sudah didapatkan warga Jakarta selama ini.

Yang juga sangat penting adalah, bagaimana seorang pemimpin harusnya bisa bekerja secara independen, tanpa dibayang-bayangi tekanan, intimidasi atau ancaman dari kubu-kubu yang membawa kepentingan kelompok atau perorangan. Kalau kondisi tersebut tidak tercapai, maka percuma saja kita bicara dan berdiskusi panjang lebar mengenai maslahat bangsa, karena kebijakan yang diambil tidak akan atau tidak bisa berpihak pada rakyat. Ketika seorang pemimpin berkata "saya mendapat tekanan" atau "saya terus diganggu bisikan-bisikan" atau "ada yang terus mengikuti saya", maka hal tersebut jangan dianggap sebagai paranoia dari pemimpin tersebut, melainkan ancaman serius dalam kehidupan bernegara. Seorang pemimpin adalah orang yang bisa dimintai pertanggung jawabannya akan kebijakannya memimpin rakyat, sementara rakyat harus mau dipimpin dan dapat menciptakan lingkungan yang kondusif untuk pemimpin tersebut dalam menjalankan kewajibannya. Apa iya rakyat dapat dibebankan tanggung jawab penuh ketika pada kenyataannya, rakyat bisa lari kocar-kacir, tapi pemimpin tidak mungkin melakukan hal tersebut (hal ini seharusnya menjadi pertimbangan akan bentuk demokrasi yang kita inginkan). Nah, kalau rakyat dan pemimpinnya kemudian yang selalu kemasukan pengaruh dan unsur asing, bagaimana sebuah wilayah dapat tetap menjadi tempat berlindung dan memberi lingkungan yang kondusif? Aturan dan hukum memang dapat melindungi warga negaranya, tapi ancaman dari luar adalah persoalan lain, persoalan wilayah. Seperti sebuah keluarga dimana terdapat suami, istri dan anak. Apabila suaminya terus menerus memberi peluang akan kebebasan dan kemandirian kepada anggota keluarga lainnya, sehingga, istrinya selalu membayang-bayangi kepemimpinan suaminya dengan kekuasaan dan pengaruh dari luar yang dimilikinya, atau anak terus menerus memakai peluang kebebasan yang dimilikinya untuk membawa masuk pengaruh dan unsur dari luar, apa jadinya keluarga tersebut?  

Akhir kata, disini gue tambahkan artikel dalam bahasa inggris yang memperlihatkan kesuksesan dan kegagalan beberapa kota besar di dunia:

Chicago: http://www.time.com/time/nation/article/0,8599,1193833,00.html
Stockton, California: http://www.cbsnews.com/8301-201_162-57461273/stockton-calif-to-become-largest-city-to-declare-bankruptcy/
Moscow: http://www.askmen.com/top_10/travel/top-10-public-transit-systems_2.html
Tokyo: http://www.askmen.com/top_10/travel/top-10-public-transit-systems_1.html


Sabtu, 18 Agustus 2012

Kamis, 19 Juli 2012

Ga Kerasa Sudah Bulan Puasa Lagi...

Makanya, untuk pembaca yang muslim gue mau mengucapkan:




<img src="SalingBermaaf_maafan.jpg" height="14" width="33" style="cool">  

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites Gmail More