Sebuah kereta melaju dengan cepat, kereta tersebut penuh berisi jiwa-jiwa yang tersesat yang menemukan jalan mereka di rute perjalanan kereta tersebut. Kereta berjalan dan berhasil menerabas melewati gerbang-gerbang yang tidak tampak. Gerbang yang tak tampak tersebut adalah perumpamaan untuk ajaran-ajaran agama, etika dan norma yang diterabas oleh kelompok aliran sesat. Kereta tersebut terus bergerak maju, bahkan mobil-mobil pun sudah berhenti ketika kereta lewat memotong jalanan mereka. Sehingga, kereta pun akhirnya tiba pada perlintasan dimana terdapat gerbang-gerbang yang kasat mata atau terlihat. Gerbang kasat mata tersebut adalah perumpamaan untuk hukum dan aturan yang berlaku di masyarakat, dimana ketika kereta menerabasnya berarti sudah terjadi pelanggaran yang harusnya bisa ditindaklanjuti. Gerbang kasat mata adalah gerbang dimana terdapat para korban aliran sesat, gerbang dimana jika tidak ada tindakan maka akan ada lebih banyak korban jika kereta terus melaju. Gerbang tersebut adalah ketika kereta mendapatkan hasil nyata berupa suratan tertulis yang sudah mengubah realitas dan takdir seseorang atau sekelompok orang. Ketika kereta sudah melewati gerbang yang kasat mata, maka laju kereta akan berada di titik dimana kereta tidak bisa kembali lagi (point of no return). Titik dimana konsekuensi yang ditimbulkan oleh kereta tersebut harus diterima dan tidak dapat diperbaiki lagi. Kereta yang sudah melewati gerbang kasat mata akan terus melesat maju melewati gerbang-gerbang kasat mata berikutnya sampai akhirnya mendekati gerbang yang terakhir. Kalau gerbang yang terakhir tersebut berhasil dilewati, tidak ada lagi yang bisa menghentikan kereta, karena dibalik gerbang tersebut adalah fisik atau tubuh dari semua jiwa-jiwa yang terdapat pada kereta tersebut yang akan terhantam oleh laju kereta. Gerbang terakhir terdiri dari dua pintu, dimana pintu yang kanan bertuliskan World dan pintu yang kiri bertuliskan Earth. Seakan-akan menyiratkan simbol bahwa ketika gerbang dibuka, maka dunia akan terpisah dari fisiknya yaitu bumi. Gerbang dipegang oleh dua orang, yang perempuan dikiri dan yang laki-laki dikanan. Kereta bisa melewati gerbang tersebut setelah menerima hasil nyata berupa suratan tertulis akan apa yang menjadi konsekuensi tindakannya yang mengubah realitas dan takdir yang dibutuhkan untuk membuka gerbang tersebut, sehingga gerbang terlepas ikatannya. Yang laki-laki akan membuka gerbang kekanan, dan yang perempuan akan membuka gerbang kekiri agar kereta bisa segera lewat. Padahal, setelah gerbang terlewati, kereta akan segera menyiapkan pertunjukan akhirnya, dimana di balik gerbang tersebut, tubuh dari jiwa-jiwa yang ada di kereta sudah dipersiapkan untuk menyambut hantaman dari kereta setelah gerbang terbuka. Kalau gerbang tidak juga dibuka, maka hantaman demi hantaman akan dilancarkan oleh kereta tersebut sampai gerbang terbuka, dimana setiap hantaman berarti akan jatuh korban, yaitu tubuh-tubuh dibalik gerbang yang terkena dampak hantaman tersebut. Setelah tubuh mereka hilang, maka hanya ada jiwa-jiwa mereka yang terkunci didalam kereta kesesatan menuju tujuan akhir dari kereta tersebut. Ilustrasi atas Kompleksitas Aliran Sesat.
Di bagian terakhir ini gue ga akan menjelaskan apa-apa saja aliran yang dianggap sesat yang sedang berkembang dewasa ini, tapi langsung ke bagian analisanya saja. Kalau ingin mengetahui aliran-aliran tersebut, coba cek saja YouTube channel gue disini untuk yang luar negeri dan disini atau disini untuk yang dalam negeri.
Sebelumnya, kita sudah membahas bahwa ketika hubungan kepada Tuhan YME sudah dimanipulasi sehingga seseorang menganggap individu lain atau dirinya dapat berperilaku sebagai pemberi dan penerima perwujudan keinginan Tuhan, seseorang tersebut akan mengubah ekspektasi kepada orang lain menjadi sebagai pemberi sesuatu dari Tuhan, atau orang lain sebagai penerima sesuatu dari Tuhan melalui dirinya atau individu lainnya. Seseorang dengan mudahnya melihat orang lain atau dirinya sebagai penerima (get) dan pemberi (give) solusi atas nasib dan takdir mereka atau orang lain. Bahkan, mereka akan berpikir bahwa untuk memberi maka mereka harus mau menerima (kalau tidak menerima maka tidak bisa memberi). Makanya, ekspektasi Get and Give ini mampu menempatkan individu lain atau dirinya sebagai perantara (orang tengah) dalam sebuah hubungan (kepada Tuhan atau kepada orang lain) yang ikut menentukan nasib atau takdir orang lain atau dirinya. Karena sebagai penghubung langsung dengan nasib dan takdir, dimana perantara menawarkan sesuatu atau solusi, maka peran perantara dapat menjadi besar dan membuat orang menjadi takabur. Apalagi dengan asumsi bahwa tawaran yang mereka terima ditujukan untuk memberi. Terkadang petunjuk dan perkataan dari perantara malah dijadikan pegangan akan perbuatan-perbuatan yang dilakukan dalam sebuah hubungan, dan bukan petunjuk dan perkataan dari substansi atau zat yang dituju oleh hubungan tersebut (Tuhan YME atau orang lain). Perantara membelokkan dan memutus hubungan yang seharusnya terjadi melalui tawaran-tawaran yang diberikan.
Sebagai perantara, seseorang bisa memberikan (give) dengan cara berpartisipasi, melakukan pengorbanan, pengucapan, memberitahukan, memperlihatkan, membayar, menguji dan menghukum sesuatu hal kepada orang lain sebagai perilaku yang menjawab suatu permasalahan dan mendapat pembenaran karena memberi adalah hal yang baik. Seorang perantara kemudian juga bisa mendapatkan (get) dengan cara mengambil, menerima, menyetujui, menyambut, mengabulkan, penyesuaian, pengiyaan dan penyimpulan sesuatu hal dari orang lain sebagai perilaku yang menjawab suatu permasalahan dan mendapat pembenaran karena menerima ditujukan untuk hal yang baik (memberi). Pada akhirnya, perilaku Get and Give ini menjadi dialog dikehidupan sehari-hari, dimana benar atau tidaknya sebuah perilaku dan selesai atau tidaknya permasalahan tidak akan menjadi masalah, karena pada kelompok aliran sesat, kecenderungan berpikir positif dan pengaruh uang dan kekuasaan berbicara lebih banyak. Ditengah uang dan kekuasaan, mengucapkan dan memberitahukan yang benar atau yang salah dan kemudian memelintirnya, akan semudah membalikkan telapak tangan. Akibatnya, dialog get and give tersebut akan terus berputar tanpa henti karena tidak adanya landasan dan dasar (seperti ajaran agama, aturan hukum, norma dan adat) yang digunakan dalam memecahkan permasalahan. (Kalau diibaratkan sebagai komputer, maka ketika terjadi looping yang terus menerus tanpa menyentuh base case, maka akan ada blue screen yang menandakan sistem crashed dan harus di shutdown, atau bisa juga prosedur exception handling dijalankan sehingga sistem harus dishutdown setelah melakukan ritual pembersihan yang diinginkan.)
Dalam perkembangannya dewasa ini, aliran-aliran yang dianggap sesat juga masih melakukan pola yang sama. Mereka memanipulasi ekspektasi hubungan kepada Tuhan YME dari para pengikutnya. Hal ini dilakukan dengan membentuk opini-opini yang harus dibenarkan oleh pengikutnya dengan memaksakan informasi dan kondisi yang terkontrol, dan kemudian harus diwujudkan sebagai realitas oleh para pengikutnya. Gue akan menerangkan bentuk-bentuk penyesatan tersebut dan cara-cara mereka berdasarkan pengamatan gue sendiri dari aliran-aliran sesat (dianggap sesat) yang banyak berkembang dewasa ini sekaligus dengan ilustrasinya.
Pembentukan Opini
Sebelum opini dibentuk dengan bujukan dan rayuan, pengikutnya harus berada pada kondisi dimana persepsi(panca indra) dijadikan pijakan berpikir mereka. Hal tersebut dilakukan dengan mempermasalahkan dan membanding-bandingkan penilaian atas kondisi fisik dan ekonomi seseorang atau lingkungan sehingga membuat persepsi(panca indra) menjadi pijakan cara berpikir. Ketika orang berpijak pada persepsi fisik dan material, mereka akan menjadi subjektif, yang memicu perilaku atas apa, siapa dan dimana subjeknya akan menentukan benar atau tidaknya suatu perbuatan dilakukan. Mereka juga akan cenderung membenarkan berdasarkan konteks yang dibangun oleh persepsi indra mereka. Setelah menjadikan persepsi sebagai pijakan mereka, pengikutnya juga harus ditinggikan ego dan perasaannya dengan sanjungan atau meyakinkan bahwa dirinya spesial terhadap orang lain, bahwa mereka bisa mempunyai arti yang lebih, memberi yang lebih untuk orang lain. Egoisme juga dibentuk dengan memperlihatkan inferioritas orang lain/lingkungan, menampilkan kelemahan dan kekurangan orang lain/lingkungan, sehingga superioritas dirinya meningkat.
Setelah ego dan perasaan sudah tinggi, dan persepsi digunakan sebagai landasan berpikir, opini yang dangkal tapi tidak berdasar pun dapat dimasukkan yang akan menjadi acuan perbuatannya kemudian. Perbuatan yang kemudian dilakukan adalah dengan bentuk Get and Give yang sudah dijelaskan diatas. Perbuatan yang berdasarkan opini dan bukan opininya itu sendiri yang kemudian membangun/mengubah realitas. Dan karena opini yang dibuat adalah sesat, maka kelompok aliran sesat berkeinginan mengubah takdir setiap orang menjadi takdir yang tidak baik dan menerima takdir tersebut dengan suka cita (keikhlasan menerima takdir yang tidak baik akibat perbuatan-perbuatan sesat tanpa adanya usaha perlawanan).
Supaya lebih jelasnya, gue lontarkan sebuah ilustrasi yang menimpa seorang korban bernama Alisa, (nama rekaan) yang sedang berusaha disesatkan oleh para pengikut aliran tertentu, dan seorang pengikut aliran sesat, IS, yang baru masuk dan sebenarnya adalah korban juga. Alisa sudah berumah tangga, sedangkan IS baru saja bercerai. Ketika opieni akan digunakan untuk mempengaruhi realitas, maka IS akan dipengaruhi dulu cara berpikirnya dengan perbincangan mengenai penilaian kondisi fisik atau psikologis seseorang. IS akan diarahkan menggunakan persepsi dia sebagai sebuah nilai, tentunya untuk menghilangkan nilai ajaran, nilai norma, nilai adat dan etika yang dia miliki sebelumnya selama bermasyarakat. Misalnya saja dengan penilaian yang "baik" hasil dari persepsi atas kondisi fisik, seperti: "Lisa tuh cantik ya, harusnya dia punya pasangan yang putih dan tinggi", atau "seharusnya dia berpasangan dengan orang baik-baik", yang bermaksud mengarahkan IS mencacat pasangan Alisa yang sekarang. Jika IS setuju, maka IS sudah terjebak pada pandangan sempit yang menggunakan persepsi dan subjektivitas untuk merusak hal yang sakral seperti pernikahan. Apalagi, yang dipakai untuk menilai adalah fisik atau psikologis seseorang (yang merupakan anugrah), serta perilakunya, bukan dari sudut pandang yang bagus-bagusnya dari seseorang tersebut, melainkan yang jelek-jeleknya saja. (Kejujuran dan mengungkapkan kebenaran juga mempunyai batasan dan tidak bisa diumbar begitu saja).
-----------------------------------
Off the topic, gue ingin membicarakan ajaran heboh mengenai wanita oleh Pak MT tahun 2010 lalu di salah satu channel TV, dimana seakan-akan perilaku seseorang tidak bisa dirubah, dan pria tidak usah bertanggung jawab penuh pada perilaku para wanitanya. Setauk gue, menurut hadist di agama gue sendiri, yang dipakai sebagai alasan seorang pria menikahi perempuan adalah bukan hal yang jelek-jeleknya, tapi hal yang bagus-bagusnya dari perempuan tersebut, dan merupakan preferensi dari si pria tersebut untuk memilih mau yang bagus dihal mananya yang bisa saja relatif menurut dia. Gue rasa hal itu juga untuk mengangkat derajat wanita, karena ga bisa mengharapkan wanita perfect diseluruh hal (makanya didasarkan pada preferensi) atau perfect di satu hal (makanya didasarkan pada suatu hal yang relatif). Yang relatif berarti yang berhak menilai adalah subjek yang bersangkutan, yaitu pria itu sendiri dengan takarannya sendiri, dan bukannya menggunakan penilaian dengan hal yang sangat spesifik dan ditentukan. Dengan preferensi dan lebarnya kriteria untuk memilih, jelas sekali kalau agama gue memberikan kebebasan dan menghormati dan menghargai keberagaman anugrah yang dimiliki setiap individu (perempuan ada yang mendapat anugrah kekayaan, ada yang mendapat anugrah kecantikan, ada yang anugrahnya kedudukan keluarganya dan ada yang anugrahnya adalah keyakinan agama yang kuat dan semua kriteria tersebut tingkat visibilitasnya tinggi, artinya, tanpa harus berdekatan dengan si wanita pun hal-hal tersebut dapat dinilai dengan mata telanjang). Hal itu juga menegaskan pentingnya nilai-nilai ajaran dan aturan yang dimiliki seorang pria dalam mengambil keputusan. Jadi, yang gue tangkep dari ajaran agama gue tersebut adalah, pria dibolehkan memilih kriteria yang mana yang akan dia jadikan acuan. Kalau seorang pria ingin yang cantik, ya seperti apa cantik tersebut adalah persepsi dia sendiri (gue ga melihat ada yang salah dengan preferensi akan "tampilan luar" tersebut, asalkan dia sendiri yang menilai kecantikan yang dia inginkan). Kalau ingin yang beriman, ya keimanan seperti apa yang cukup untuk dia, dia yang mengukur apa yang dia inginkan. Kalau ingin yang kaya, ya usaha dia sendiri untuk mencari tauk apa si perempuan cukup kaya untuk dia (Nabi Muhammad SAW memilih istri pertamanya karena juga kekayaannya). Makanya untuk dapat menilai seperti itu, seorang pria harus cukup dewasa untuk menikah sehingga dia dapat menggunakan pengetahuan dan nilai-nilai yang dia miliki. Ketika dia sudah tauk kriteria yang dia inginkan dan hal tersebut terlihat pada diri seorang perempuan, maka kalau mau melakukan sesuatu atas perempuan yang bukan haknya tersebut, hal yang pertama dia harus lakukan adalah mendapatkan hak tersebut. Setelah dia mempunyai hak tersebut, misalnya dengan menikahinya, barulah si pria boleh memaksakan sebuah kriteria yang spesifik dengan membimbing wanita yang dia pilih tersebut kearah yang menurut dia benar, baik dari hal perilakunya atau agamanya. (Karena agama gue membolehkan poligami, maka istri yang bisa dibimbing dengan baik adalah yang lebih diutamakan). Kalau belum apa-apa konsekuensi keinginan yang spesifik tersebut sudah dibebankan kepada wanitanya, lalu dimana peran seorang pria sebagai pemimpin? Di agama gue, kemampuan pria untuk memimpin berbagai macam kalangan dan perilaku, dilatih mulai dari memimpin wanitanya. Kita toh butuh pemimpin yang kuat yang mau menanggung resiko dan berjiwa besar (coba deh pikirkan, negeri ini mau dibawa kemana ketika teknologi aja kita tertinggal jauh, lalu kemudian manusianya dibuat lemah karena berpikir subjektif dan sempit). Perlu dicatat pula bahwa didalam kriteria diatas tidak termasuk anugrah kemampuan mencari nafkah, pria bertanggung jawab penuh dalam hal menafkahkan keluarganya.
Nah, kalau orang-orang seperti IS yang menilai berdasarkan perkataan orang lain, maka ini sudah termasuk penilaian oleh publik, apalagi memaksa Lisa untuk mendapatkan seperti yang persepsi IS inginkan padahal Lisa cuma seorang perempuan dan kenyataan kalau sudah terjadi pernikahan dimana ikatan tersebut harus dihormati.
--------------------------------------------
Setelah persepsi yang fisik dijadikan landasan, untuk membesarkan ego, IS diberikan sebuah informasi mengenai kesalahan atau kelemahan Lisa yang berhubungan dengan masalah di keluarga Lisa. "Eh, si Lisa tuh ga begini dan ga begitu loh, payah si Lisa itu", dan kemudian IS pun menerima informasi tersebut dan merasa bahwa dia bisa berbuat lebih kepada Lisa karena merasa ada yang "kurang" dari Lisa. Setelah itu, IS yang merasa dirinya berhasil dibimbing agamanya dengan baik oleh kelompok tersebut mendapat opini bahwa "Jangan tunggu sampai sempurna ilmu, ibadah dan amalan untuk melakukan aksi-aksi kebaikan, aksi-aksi menegakkan hukum Tuhan. Langsung saja melakukan aksi-aksi atas nama Tuhan, yang pentingkan niatnya." Sehingga IS merasa bahwa dia mempunyai kelebihan keyakinan (agama) dimana yang lebih itu bisa ditransfer ke Alisa. Sekarang, IS merasa dia bisa berbuat lebih berdasarkan keyakinan yang baik. Kemudian, karena IS tauk Lisa sedang mempunyai masalah keluarga, IS pun menerima opini "yang baik", bahwa seseorang harus terbuka akan masalahnya agar dia menjadi lebih ringan. Sehingga, sebagai bentuk persetujuan atas opini tersebut, IS menceritakan pada Lisa mengenai masalah di keluarga IS sendiri yang sebenarnya tabu untuk diceritakan. IS bertujuan "baik" agar Lisa menjadi nyaman dan mau menceritakan masalah di keluarganya. Dari sini, IS yang merasa dia bisa berbuat lebih berdasarkan keyakinan yang baik, mendapat jalan untuk berbuat berdasarkan apa yang dia rasakan baik. Padahal, IS tidak sadar, bahwa keyakinan agama dialah yang menjadi target dan bukan Alisa dengan perbuatan yang dia lakukan. IS terjebak pada perilaku get and give, dimana dia menyampaikan perihal keluarganya kepada Alisa (give) untuk mendapatkan cerita perihal keluarga Alisa (get).
Sekarang, coba bandingkan kelakuan IS ini dengan menggosip ala ibu-ibu (rata-rata perempuan suka menggosip termasuk gue). IS membicarakan hal yang terlarang, karena dia sudah dimanipulasi untuk memperlakukan hal terlarang tersebut sebagai tindakan yang baik dan benar hanya karena hal tersebut bertujuan baik. Sementara, ibu-ibu penggosip tauk dan sadar mereka membicarakan hal yang terlarang tapi tetap mereka lakukan karena ga kuat akan godaan untuk menggosip. Ketika ditegur, maka akan lebih sulit berbicara dengan IS, ketimbang berbicara dengan ibu-ibu penggosip. IS akan sangat defensif bahwa hal yang dia lakukan adalah benar, sedangkan ibu-ibu penggosip biasanya hanya mengangguk-angguk saja (mereka ngerti mereka salah), walaupun diam-diam lanjut dengan gosipnya setelah yang menegur pergi (pengalaman pribadi). Keyakinan SI sudah diselewengkan karena menganggap apa yang dia lakukan bukan pelanggaran, sedangkan ibu-ibu penggosip masih memegang keyakinan bahwa yang mereka lakukan adalah salah dan sebuah pelanggaran. Makanya, ibu-ibu penggosip bergunjing secara sembunyi-sembunyi karena takut yang digosipin mendengar atau takut ketahuan suami mereka, yang berarti mereka mengerti akan resiko dan konsekuensi dari pelanggaran bergosip. Tetapi IS, andaikan dia melakukannya secara tersembunyi dengan Lisa, hal tersebut karena dia commit pada kelompoknya untuk menyembunyikan aksinya, dan bukan karena dia melihat dan sadar adanya resiko dan konsekuensi atas perbuatannya yang melanggar tersebut. Ini terlihat ketika aksi yang dilakukan IS bisa menjadi sebuah pergerakan yang masiv karena adanya pembenaran. Hal lainnya adalah ibu-ibu penggosip memilih lawan bicaranya yang memang asyik untuk diajak ngegosip, tapi IS memilih lawan bicaranya karena Alisa memang menjadi target penyesatan dari kelompok IS.
Untuk IS, bergunjing bukan sekedar bergunjing tetapi ibadah (karena mengandung unsur kebaikan) sehingga dia bisa diterima di kelompok tersebut, sekaligus juga menyeret orang lain (Alisa) kedalam kelompok tersebut. Disini, IS tidak sadar bahwa sesuatu yang benar, bukan berarti benar untuk diutarakan. Aturan yang kita pegang melarang permasalahan (bukan kesalahan!) didalam keluarga untuk disebarluaskan walaupun hal tersebut benar adanya. IS pun akhirnya sudah mengkhianati keluarganya sendiri, mengingkari keyakinannya dan menjadi mata-mata untuk Alisa.
Pembentukan opini dilakukan ketika ego manusia sangat tinggi, sehingga mereka akan mudah lepas kendali atas aksi-aksi dimana hanya persepsi, opini dan alasan saja sebagai landasan berpikirnya. Perilaku menyimpang dapat dihasilkan dari aksi-aksi tersebut dan pengabaian akan dampak aksi tersebut dapat dilakukan karena adanya kepentingan dari dirinya sendiri untuk eksis dan bersama kelompoknya.
Setelah cara berpikir dipengaruhi, emosi adalah hal selanjutnya yang akan dimanipulasi. Diharapkan dengan memanipulasi emosi, perbuatan yang dihasilkan dari emosi tersebut dapat dikendalikan.
Pengendalian Emosi
Beberapa aliran yang menyesatkan banyak menggunakan jargon-jargon yang menyangkut emosi manusia seperti misalnya "sedih itu dosa" atau "cinta memberi kebaikan pada sesama". Bahkan, kondisi psikis manusia adalah solusi yang dapat memberi kebaikan untuk manusia tersebut. Aliran-aliran tersebut menganggap emosi dan perasaan adalah sentral dari seorang manusia. Mereka beranggapan bahwa kondisi psikis (emosi dan perasaan) seseorang adalah hal yang paling penting dalam menilai dan mengukur seseorang, atau kondisi psikis seseorang adalah hal yang menentukan sesuatu sebagai benar atau salah (sedih itu dosa?). Padahal, yang namanya kondisi psikis orang yang waras masih belum bisa terukur, karena baru dapat dideteksi hanya dengan perbuatan dan perkataan saja, sehingga, penilaian berdasarkan persepsi yang ditangkap tersebut belum memadai dalam menilai emosi dan perasaan tersebut. Kalau menurut gue, kondisi psikis dan fisik manusia adalah anugrah, dan anugrah ga bisa dinilai karena memang tidak ternilai harganya. Nah, yang kemudian berbahaya dari aliran-aliran ini adalah ketika emosi dan perasaan adalah sentral dari seorang manusia, maka perilaku dan perbuatan menjadi hal yang inferior terhadap emosi dan perasaan tersebut. Artinya, dalam tindak-tanduknya, manusia mendasarkan keputusannya untuk melakukan suatu perbuatan, hanya berdasar pada emosi dan perasaan seseorang, dan bukan pada esensi dari perbuatan tersebut (sebab-akibat dan aturan yang melandasinya). Salah satu contoh tindakan berdasarkan emosi tetapi tidak berdasar yaitu menyenangkan orang sebagai sebuah kebaikan, sehingga kita harus selalu (bertindak) menyenangkan orang. Padahal, yang namanya menyenangkan orang luas sekali spektrumnya, dan bisa mencakup tindakan yang salah dan benar (dan bukan baik atau tidak baik). Bukan hanya itu saja, emosi dan perasaan juga sangat rentan dimanipulasi karena keterkaitannya dengan persepsi. Manipulasi berarti ada emosi yang berusaha untuk ditekan (dihilangkan) sehingga bisa diganti dengan sebuah definisi yang dihasilkan oleh persepsi seseorang, dan ada emosi yang berusaha untuk ditimbulkan sehingga definisinya dapat ditegaskan melalui persepsi seseorang. Biasanya yang berusaha ditekan atau dihilangkan adalah emosi yang negatif sedangkan emosi yang positif akan berusaha ditegaskan. Kenapa yang positif ditegaskan dan yang negatif dihilangkan? Karena pada aliran sesat mereka ingin pengikutnya menjadi tidak sensitif karena mengucilkan emosi negatif tersebut. Dengan emosi yang berdasarkan definisi inilah, perbuatan seseorang kemudian bisa dikontrol.
Gue akan kasih contoh dengan lanjutan kasus SI dan Alisa diatas. Ketika Lisa pada akhirnya mau menceritakan masalahnya kepada IS, akhirnya diketahui kalau suami Lisa yang pergi mencari nafkah di Batam sudah dua tahun belum juga pulang. Lisa yang mempunyai seorang anak perempuan yang masih balita, mendengar kabar kalau suaminya sudah mempunyai wanita lain di Batam dan sudah pulang kampung ke Padang. Untungnya, Lisa tidak menceritakan lebih lanjut perihal keluarganya pada IS, walaupun IS memaksa dengan menceritakan lebih jauh perihal prahara di keluarganya sendiri. IS yang memandang emosi dan perasaan adalah pusat dari segalanya, sangat mudah terpengaruh akan kondisi seseorang yang menimbulkan kesedihan dan penderitaan. Dia pun menjadi mudah prihatin dengan kondisi Lisa, dan berusaha mendapatkan solusi untuk kebaikan Lisa. IS pun kembali terjebak dengan perilaku Get and Give dimana kelompok aliran tersebut sudah menyediakan solusi untuknya. Atas saran kelompok tersebut, IS berusaha menjodohkan Lisa dengan seorang temannya. Lisa diperkenalkan kepada temannya tersebut, ketika Lisa datang dalam sebuah acara yang rutin didatangi Lisa.
Perbuatan yang dilakukan IS untuk Lisa sebenarnya hanya berdasarkan pada persepsi dia bahwa kesedihan harus diobati, dan bukan pada keinginan untuk menyelesaikan masalah Alisa. Kelompok ini pintar, karena memilih IS yang mempunyai pengalaman pahit dalam berumah tangga, sehingga dia menggunakan emosi tersebut dalam mengambil keputusan untuk membantu Alisa. Seperti cermin, IS melihat dirinya pada diri Alisa. Diapun kemudian menyimpulkan sendiri bahwa kondisi Lisa memprihatinkan tanpa mengenal Lisa lebih jauh. Status Lisa yang masih menjadi suami orang yang masih dinafkahi setiap bulannya atau perasaan Lisa yang masih mempercayai suaminya nampaknya tidak dipedulikan oleh IS. Dia sangat terpengaruh oleh aliran kelompoknya yang mengatakan bahwa "kesedihan adalah dosa" atau "cinta membawa kebaikan kepada sesama." Ketika akhirnya dia berhasil memperkenalkan Lisa dengan temannya (yang mungkin sesuai dengan yang persepsi IS atau kelompoknya inginkan), maka SI sudah menjadi orang tengah yang bermain dikehidupan Alisa.
Selanjutnya, segera setelah dipertemukan dengan seseorang, Lisa merasa ada yang lain dihatinya. Tapi dia tidak menggubrisnya, karena status dia yang masih istri orang. (OK, Lisa bukan termasuk perempuan yang "gatel" yang mau bertandang ke rumah seorang pria yang masih lajang dan dia juga bukan tipe yang mau mengejar laki-laki). Entah bagaimana, IS sepertinya tauk kalau Lisa sudah jatuh hati pada orang yang diperkenalkannya. Kelompok IS pun akhirnya menggembar-gemborkan keberhasilannya kepada semua orang, mengambil privasi Lisa. Ketika Lisa sadar bahwa orang lain membicarakan isi hatinya, ia tidak bisa menampiknya begitu saja. Ia pun merasa bersalah karena dia sudah mencintai orang lain yang bukan suaminya, walaupun dia tidak pernah melakukan perbuatan yang mengarah pada perselingkuhan. Tapi, IS dan kelompoknya ternyata sangat aktif sekali, dan cerita Lisa yang mempunyai PIL kemudian sampai kepada suami Lisa yang ternyata masih berusaha untuk mencari nafkah untuk Lisa dan anaknya.
Dari sini, terlihat bagaimana kelompok IS memandang cinta dan perasaan adalah segalanya, dan bagaimana tingkat kepedulian mereka sebenarnya. Kelompok IS mengambil tindakan dan menampilkan perilaku tidak terpuji, hanya karena "mengetahui" perasaan Lisa, seakan-akan hal tersebut adalah penting. Padahal, Alisa saja tidak melakukan tindakan yang berarti untuk menanggapi perasaan tersebut. Tindakan yang dilakukan berdasarkan perasaan orang lain, misalnya dengan mengucilkan, menggembar-gemborkan, melaknat, adalah bukti bahwa kelompok IS memandang perasaan adalah pusat segalanya, sehingga mereka mampu melakukan tindakan berdasarkan perasaan tersebut. Kelompok IS tidak peduli, bagaimana Lisa masih menjaga perilaku dan tindakannya terhadap seorang pria yang bukan suaminya, karena Lisa menganggap keluarganya lebih penting dari perasaan cintanya. Yang kelompok tersebut pedulikan adalah hanya perasaan Alisa, dan apa yang bisa mereka lakukan (give & get). Lagi-lagi, informasi yang "benar" tapi salah ini adalah hasil manipulasi dari persepsi manusia terhadap sebuah emosi atau perasaan, sehingga tidak mempedulikan aturan, ajaran serta norma yang berlaku. Dengan tindakan mereka, mereka sudah tidak menghargai Lisa sebagai seorang individu dengan nilai-nilai yang dia pegang. Dengan cara-cara seperti inilah aliran sesat mengambil paksa nilai-nilai yang dimiliki seorang individu.
Kalau ditilik lebih lanjut, maka kelompok IS sebenarnya sudah merendahkan nilai nyata (real) dari sebuah perasaan (cinta) tersebut, karena mereka menilai cinta dan perasaan hanya sebatas informasi yang disampaikan. Ketika mereka menerima cinta hanya sebatas informasi saja, maka makna dari cinta itu sendiri sudah rancu untuk mereka. Mereka tidak perlu merasakannya, hanya diberitahukan saja dan itu sudah cukup bagi mereka untuk menyimpulkan sendiri seperti apa cinta tersebut. Mereka pun dengan mudah didikte mengenai apa itu cinta (atau emosi dan perasaan yang lain) sebagai sebuah definisi yang bersumber dari informasi dan bukan bersumber dari perasaan itu sendiri. Kalau sudah terpengaruh oleh informasi seperti ini, maka untuk menekan atau menampikkan rasa cinta itu sendiri, bisa dilakukan dengan definisi atau informasi lanjutan seperti, "cinta itu menyakitkan", atau "cinta membawa sengsara." Yang lalu menjadi masalah adalah, bagaimana kemudian pernikahan yang sakral, ikut pula diterjemahkan berdasarkan informasi mengenai perasaan yang mendasarinya, seperti cinta dan kasih sayang, yang pada akhirnya bisa mempersepsikan orang bahwa mereka harus commit dengan perasaaan cinta dan bukan pernikahan. Mereka inilah yang kemudian menganggap mengingkari cinta adalah hal yang munafik, bahwa cinta harus selalu berwujud, kalau tidak ada perwujudannya berarti... salah! La siafa kite! (Padahal menurut ketentuan Tuhan YME, emosi dan perasaan memang tidak mempunyai wujud. Jadi, yang mengingkari ketentuan Tuhan bahwa emosi dan perasaan harus mempunyai wujudlah yang sebenarnya munafik). Lagipula, apabila mengingkari perasaan cinta adalah munafik, lalu bagaimana dengan mengingkari hubungan yang sudah berusaha dijalin selama bertahun-tahun? Sebagai orang lain, ada atau tidak adanya hubungan, jangan mempermasalahkan cinta yang ada dalam diri seseorang, karena yang seperti itu tidak penting. Diwujudkan atau tidak, tidak menjadi masalah. Apabila kemudian emosi atau rasa tersebut kemudian diwujudkan, dan jika perwujudan emosi atau rasa tersebut masih dalam batasan-batasan agama dan moral tertentu, maka hal tersebut tidak apa-apa karena terbukti bahwa rasa tersebut tidak berlebihan. Kalau ada perwujudannya berupa perbuatan dan perbuatan tersebut melanggar baik moral atau agama, barulah pelanggaran tersebut bisa ditindaklanjuti karena ada pelanggaran. Kalau dalam kasus Lisa, yang melakukan pelanggaran adalah justru orang-orang yang tidak memiliki perasaan tersebut, yang berusaha mewujudkan (menampilkan) perasaan cinta Alisa dengan perbuatan-perbuatan mereka (berkomplot menjebaknya dalam suatu plot tertentu juga termasuk perbuatan yang tidak mempunyai batasan norma, etika dan agama).
Balik kepada kasus Lisa diatas, ternyata yang dialami Lisa kemudian adalah malapetaka, karena sekarang keluarga Lisa berada diujung tanduk. Lisa tidak lagi menerima uang dari suaminya. Lisa sekarang harus berusaha mencari nafkah untuk anaknya dan dia tidak bisa mengharapkan pria yang dikenalkan oleh IS karena memang yang dilakukan bukan perjodohan tapi perkenalan saja. Lisa merasa dia hanya dikenalkan dan tidak punya hubungan apa-apa apalagi komitmen dengan pria tersebut, begitu pula pria tersebut. Sepertinya IS tidak mengerti bahwa yang namanya menjodohkan itu harus didasarkan pada niat yang pasti dari prianya dan kesiapan dari pria dan wanita tersebut, tidak bisa sembarangan dilakukan mengenalkan seorang wanita terhadap seorang pria. Hal ini untuk menjaga wanitanya karena wanita selalu akan mempunyai konsekuensi yang lebih besar dalam setiap hubungan. Apalagi dengan bertindak hal-hal yang tidak perlu pada pasangan yang tidak mempunyai komitmen apapun, seakan-akan memang ada hubungan (yang malah membuat hubungan tersebut menjadi nyata in a wrong way).
Kelompok ini memang aktif sekali menghubung-hubungkan seseorang yang belum punya hubungan apa-apa dengan ucapan, perkataan dan perbuatan, sehingga yang tidak punya hubungan tersebut menjadi terhubung oleh sebuah akibat dari perbuatan yang dilakukan kelompok ini. Perasaan tidak bisa menghubungkan orang, tapi tindakan dan perbuatan bisa. Seperti tindakan yang melewati batas yang dilakukan kelompok IS, yang bukan lagi tindakan freedom of expression tapi murni tindakan melanggar etika dan aturan yang ada. Crime is an act and not a feeling. Disini, bukan perasaan Alisa yang salah, tapi perilaku, perkataan dan perbuatan manusia-manusia ini yang berusaha menilai dan berbuat berdasarkan anugrah tersebut, yang membuat pelanggaran bisa terjadi.
Pada akhirnya, kelompok aliran ini pulalah yang aktif menyebabkan adanya informasi yang melenyapkan emosi atau perasaan cinta tersebut, sehingga ketika perasaan cinta tersebut hilang, mereka akan menciptakan definisinya saja yang harus mereka angkat dan agung-agungkan dengan kata-kata yang indah yang mereka ciptakan sendiri. Inilah salah satu cara pengontrolan emosi, yang ditujukan untuk mengaburkan tindakan yang kita lakukan berdasarkan perasaan tersebut seperti pernikahan misalnya.
Lalu, untuk apa sebenarnya pengendalian emosi dan cara berpikir dilakukan oleh aliran yang dianggap sesat ini? Pengendalian emosi dan cara berpikir dilakukan, agar persepsi kita terhadap emosi dan perbuatannya berubah sesuai definisi atau informasi yang disampaikan. Ketika cara berpikir kita terpusat pada perasaan dan emosi, maka, apabila mereka berhasil mendefinisikan bahwa, cinta itu berarti berusaha memberikan segala keinginan dan kebutuhan yang membahagiakan kepada orang yang dicintai, cinta berarti mencegah semua hal-hal yang buruk atas orang yang dicintai, dan cinta berarti sesuatu yang harusnya menyenangkan dan berbalas, maka mereka berhasil mendefinisikan perasaan cinta. Dari definisi perasaan cinta tersebut, mereka menyetir harapan atau ekspektasi dan perilaku dari para pengikutnya terhadap seseorang atau sesuatu yang dicintai atau mencintai mereka. Kelompok aliran sesat ini ingin mendefinisikan apa yang harus dilakukan dan diharapkan orang tua kepada anaknya, suami /istri terhadap pasangannya dan seorang hamba Tuhan kepada Tuhannya.
Atas definisi cinta seperti diatas, maka bisa diharapkan orang tua akan berperilaku sbb: berusaha memberikan segala keinginan dan kebutuhan anaknya yang berhubungan dengan kebahagiannya, mencegah semua hal-hal yang buruk atas anaknya, dan menyenangkannya dan berharap mendapat hal yang sama dari anaknya tersebut. Tapi tunggu dulu, walaupun perilaku diatas terlihat make sense, tetapi sebenarnya sama sekali tidak masuk akal. Ketika orang tua berusaha memberikan segala keinginan dan kebutuhan anaknya, menyenangkannya dan mengharapkan balasan atas yang dilakukannya (anak juga harus memberikan keinginan dan kebutuhannya, menyenangkannya) maka hilanglah amanah karena keinginan dan kebutuhan serta kesenangan manusia bukan sesuatu yang mulya, tapi malah bisa mengakibatkan kekufuran. Orang tua bisa saja mengajarkan anaknya bahwa semua keinginan dan kebutuhan anaknya yang bisa membahagiakannya adalah hal yang baik dan benar yang harus diraih. Padahal, konsep bahagia yang bisa ditangkap seorang anak cenderung mengarah pada pemenuhan materi dan kesenangan si anak. Para orang tua juga akan cenderung memberikan reward daripada hukuman, karena reward dapat berupa pemenuhan keinginan dan kebutuhan anaknya yang membahagiakannya tersebut. Sedangkan hukuman bukan kebutuhan yang seperti itu, yang bisa muncul dari dalam diri si anak. Hal ini akan membuat si anak berpikir bahwa pemenuhan keinginan dan kebutuhan adalah segalanya, yang juga berarti materi adalah segalanya. Yang berarti pula mengajarkan sang anak bahwa cinta bisa diberikan dan didapatkan dengan pemenuhan keinginan dan kebutuhan materi atas seseorang. Hal ini bisa merusak persepsi si anak, bahwa kalau dia ingin mencintai atau dicintai orang tuanya, maka ia harus memenuhi keinginan dan kebutuhan yang membahagiakan orang tuanya yang bersifat materi yang mungkin saja fatal ketika dia beranjak dewasa, yang malah memicu dia melakukan hal-hal yang terlarang untuk pemenuhan materi tersebut.
Karena memberi hanya didasarkan pada keinginanan dan kebutuhan yang membahagiakan si anak, maka memberi pengajaran juga dilakukan atas hal-hal yang menjadi keinginan dan kebutuhan anaknya yang bisa membahagiakannya, termasuk pengajaran akan kewajiban si anak. Ini berarti, apabila keinginan dan kebutuhan akan kewajiban tersebut tidak muncul sendiri dari dalam diri si anak, maka orang tua perlu menciptakan kondisi yang membuat munculnya keinginan dan kebutuhan si anak akan kewajiban tersebut sebagai bentuk pengajaran untuk si anak. Ketika orang tua memandang mengkondisikan anaknya adalah sebagai bentuk pengajaran, mereka dapat melakukan hal-hal yang sebenarnya ga perlu atau bahkan dosa, karena dilakukan diluar aturan yang ada. Aliran sesat bisa masuk lewat celah ini, misalnya menawarkan pendidikan dan pengajaran yang bisa menciptakan kondisi tersebut, yaitu dengan mengambil alih peran orang tua secara total. Mereka juga bisa membujuk orang tua agar membiarkan anaknya mencicipi dunia luar, sehingga menghasilkan kondisi dimana kebutuhan akan kewajiban tersebut kemudian muncul dengan sendirinya dalam diri si anak. Masalahnya, hanya sedikit orang tua yang tauk bahwa tindakan tersebut dapat membuat si anak terperosok kedalam jurang yang terdalam, dimana, munculnya kebutuhan akan kewajiban tersebut adalah hanya sebuah desperate attempt agar anak tersebut bisa memenuhi kebutuhan dan keinginan lainnya, yang justru muncul karena bersinggungan dengan dunia luar. Artinya, kebutuhan akan kewajiban tersebut muncul karena kebutuhan ingin hidup, seperti juga kebutuhan untuk makan, minum dan lainnya, dan bukan karena keimanan yang muncul dari dalam diri anak tersebut karena ajaran yang diajarkan oleh agamanya. Hal ini menyebabkan si anak berpikir bahwa kewajibannya yang juga adalah bagian dari keimanannya, adalah sebatas keinginan dan kebutuhan untuk hidup. Si anak akan berpersepsi bahwa keimanannya sejalan dengan keinginan dan kebutuhan hidupnya (yang material) yang malah menggerus keimanan si anak tersebut ketika dia dihadapkan pada pilihan yang mengancam hidupnya (dan mengancam gaya hidupnya dengan kebutuhan-kebutuhannya tersebut). Bahkan apabila alirannya cukup ekstrem maka pengkondisian yang dilakukan kepada seorang anak bisa dengan sengaja membawa anaknya ke jurang maut sehingga akan muncul berbagai kebutuhan hidup dalam diri si anak yang kemudian dengan mudah disediakan oleh aliran sesat tersebut dengan syarat-syarat tertentu yang termasuk juga kewajiban tersebut. Akibatnya, keimanannya hanya sebatas untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidup dan untuk mempertahankan statusnya (state of happiness).
Orang tua pun tidak bisa menjadi peramal untuk mencegah semua hal buruk yang dapat menimpa anaknya dengan melakukan cara-cara diluar dari aturan dan ajaran yang berlaku. Untuk hal-hal yang bersifat material memang bisa, seperti melarang merokok untuk mencegah penyakit yang berbahaya, karena bahaya rokok bukan sebuah ramalan, rokok bisa dinilai kadar nikotinnya dan seberapa besar bahayanya untuk tubuh. Tapi menilai hal yang non material sehingga membuat orang tua menjadi peramal nasib anaknya, adalah hal yang percuma karena membuat orang tua sibuk mencegah sesuatu yang belum ada kepastiannya (kekhawatiran yang berlebihan akan kebahagiaan anaknya misalnya). Justru yang pasti-pasti seperti yang terdapat dalam ajaran dan aturan yang berlaku tidak dilaksanakan karena aktifnya mencegah yang tidak pasti. Yang tidak pasti tidak bisa dicegah, tapi orang tua bisa memberi bekal kepada anaknya sehingga dapat menjaga dirinya sendiri. Lagian, apabila ada ancaman terhadap anaknya, apakah orang tua kemudian dapat menghalalkan segala cara agar ancaman tersebut hilang karena cintanya terhadap anaknya? Keyakinan bisa hilang dengan cara-cara seperti ini, karena aktifnya orang tua melakukan tindakan pencegahan.
Hal yang sama kemudian terjadi pula pada suami/istri terhadap pasangannya ketika definisi cinta diatas diimplementasikan. Suami bisa saja menceraikan istri karena istrinya tidak mau mengikuti semua keinginan dan kebutuhan sang suami yang mungkin saja ada karena keinginan kelompok aliran sesat tersebut, begitupun sebaliknya. Suami pun bisa saja terjebak pada solusi mudah dan cepat karena kekhawatirannya tidak bisa memenuhi keinginan atau kebutuhan istrinya, atau takut istrinya kenapa-napa maka sang suami menyerahkan istrinya dan keluarganya ke orang yang bisa menjaminkan keselamatan mereka.
Lalu, bagaimana hubungan dengan Tuhan YME berdasarkan definisi diatas, karena kita semua tauk kalau Tuhan YME Maha Penyayang dan mencintai hambaNya. Ketika seseorang meyakini definisi cinta diatas, dia akan meyakini bahwa, kondisi dimana dia terpenuhi kebutuhan dan keinginannya yang membahagiakan dirinya adalah bukti bahwa dia dicintai Tuhan YME. Sehingga, kalau dia ingin merasa dicintai oleh TuhanNya, maka dia harus mempertahankan kondisi tersebut dengan menerima hal-hal atau kesempatan yang bisa memenuhi kebutuhan dan keinginannya, serta, menolak hal-hal yang bisa menghilangkan kondisi tersebut. Dia pun cenderung berpikir bahwa, ketika semua keinginan dan kebutuhannya terpenuhi, berarti dia sudah ada di jalan yang benar karena Tuhan YME sudah membuktikan kasih sayang-Nya terhadap dia. Singkatnya, dengan egonya dia membenarkan apa yang menguntungkan baginya dan menghilangkan apa yang merugikan baginya. Ibadahpun dilakukan sebagai klaim bahwa dirinya berhak dicintai Tuhannya sehingga berhak menikmati kebahagiaan dunia. Dia seperti menciptakan surga kecil, dimana didalam surga, manusia yang beriman selalu mendapat keinginan dan kebutuhan yang membahagiakannya. Ketika hal yang buruk terjadi pada seseorang, dia pun langsung menyimpulkan bahwa Tuhan tidak mencintai orang tersebut, bahwa orang tersebut pasti sudah melakukan hal-hal yang buruk, dan dunia ini harus dijadikan neraka untuknya. Secara tidak langsung dia mempercayai adanya karma dan melakukan penilaian terhadap amalan seseorang jauh sebelum hari pembalasan di akhirat nanti. Makanya gue bilang mereka tidak mempercayai hari akhir, karena surga kecil yang mereka bentuk dan penilaian terhadap amalan seseorang (termasuk dirinya).
Hubungan dengan Tuhan YME berdasarkan definisi diatas juga membuat seseorang berusaha menyamakan Zat Tuhan dengan manusia, dengan mendefinisikan perilaku cinta Tuhan YME sebagai perilaku cinta yang sama dengan manusia, sehingga seakan-akan perlakuan seperti memeluk, menimang, membelai adalah hal yang akan dilakukan Tuhan kepada manusia. Delusi yang demikian ini karena mereka menganggap diri mereka adalah sentral, bahkan terhadap Tuhannya, sehingga mereka merasa perilaku Tuhan yang mencintai dirinya adalah sama seperti ketika mereka mencintai seseorang.
Selain itu dengan definisi cinta diatas seorang hamba Tuhan akan selalu yakin dirinya terjaga keselamatannya ketika dia merasa dirinya dicintai Tuhannya. Pada akhirnya dengan definisi cinta yang demikian, bisa saja dikemudian hari timbul ketidakpuasan, arogansi, saling curiga, menuntut yang berlebihan, bahkan menggoyang keyakinan kita dengan kekufuran, takabur dan kesyirikan. Yah, kalau menurut gue pribadi, please deh jangan menilai cinta itu seperti apa dan kasih sayang itu seperti apa, manusia ga punya ilmu untuk menilai hal yang seperti itu, apalagi menilai dan mendefinisikan Maha Penyayang itu seperti apa.... wah bisa-bisa takabur deh. Kita hanya perlu mempercayai sifat-sifat Tuhan YME, tapi jangan menilai sifat tersebut karena kita tidak bisa tauk bentuk-bentuk kasih sayang yang Maha tersebut seperti apa. Ketika kita mendengar sebutan Maha, maka pemikiran kita harus berhenti sampai disitu dan tidak berdelusi untuk memikirkan dan menuntut lebih lanjut bukti-bukti dan bentuk-bentuknya selain apa yang sudah ditetapkan/disebutkan dalam kitab suci dan hadist, karena yang disebutkan tersebut sudah lebih dari cukup untuk membuktikan apa yang Maha tersebut (mempercayai kitab suci berarti kita tidak menduakannya dengan mencari dan menentukan hal lain selain yang sudah disebutkan/ditetapkan dalam kitab suci tersebut, seperti misalnya keajaiban yang aneh-aneh yang sekarang ini sering terjadi yang mungkin saja sebuah rekayasa). So, kalau ada seseorang yang mengatakan harta dan kekuasaan yang dimiliki dirinya adalah bentuk dan bukti kasih sayang Tuhan YME terhadapnya, think twice, sebagai manusia kita tidak bisa menilai hal tersebut.
Ketika emosi adalah sentral, dan emosi yang sentral tersebut adalah yang positif seperti cinta, bahagia, senang, dan tentram, dimana aliran kelompok ini sudah berhasil mendefinisikan dan memanipulasi emosi-emosi tersebut sehingga berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan dan keinginannya, maka, pemenuhan kebutuhan dan keinginannya tersebut akan pula menjadi sentral dalam pencapaian tujuan hidupnya. Karena yang sentral berarti yang utama, maka perilaku dia akan ditujukan untuk mendapatkan/mempertahankan kondisi yang dapat memenuhi keinginan dan kebutuhan hidupnya. Dia kemudian mengharapkan pengendalian kondisi dalam pencapaian tujuan hidupnya, yang berarti adanya kemapanan yaitu ketika seluruh keinginan dan kebutuhan hidupnya dapat terpenuhi secara langgeng. Secara langgeng berarti resiko sudah diminimalkan dan adanya perlindungan atas resiko tersebut. Dia pun aktif mencari kemapanan sebagai hal yang sentral dalam hidupnya sehingga aspek lainnya hanya digunakan dan dimanipulasi untuk menyokong kemapanan tersebut, termasuk agama. Disinilah aliran sesat mulai bermain.
Kemapanan dan Masa Depan Yang Lebih Baik
Pada pemikiran yang berpijak pada persepsi (indra), kemapanan lebih ditentukan oleh kuantitas daripada kualitas. Kuantitaslah (fisik, waktu, uang) yang menentukan kualitas dari kemapanan seseorang. Kuantitas pulalah yang membentuk euforia sehingga orang bisa lupa, teralihkan dan tersesat. Ketika seseorang masuk dalam kelompok aliran tertentu, dia diharapkan akan melepaskan (give) kendalinya atas aspek-aspek kehidupan yang dijalaninya, termasuk aspek ekonomi kepada individu lain (perantara). Imbalannya (get) adalah peminimalan, penghilangan dan perlindungan atas resiko yang biasanya menyertai pemenuhan kebutuhan didalam aspek ekonomi ini oleh orang lain/entitas lain (perantara tersebut). Inilah command and conquer ala kelompok aliran sesat, seseorang harus terus mengikuti perintah pemimpinnya dalam menjalankan roda kehidupannya (command), dan harus melepaskan hasil dari roda kehidupan tersebut untuk dipergunakan bagi kesejahteraan kelompok (conquer), agar kelompok bisa terus maju. Mereka membutuhkan perantara untuk kelangsungan hidupnya dan menjadi perantara dalam pemenuhan kesejahteraan kelompok. Akibat pengendalian tersebut, inisiatif pribadi hilang, digantikan dengan inisiatif kelompok. Dan yang benar-benar menyesatkan adalah ketika kelompok aliran sesat menggunakan syarat-syarat tertentu sebagai syarat penjaminan kelangsungan perputaran roda kehidupannya, dimana syarat-syarat tersebut terkadang tidak berhubungan dengan pemenuhan aspek ekonomi mereka. Bahkan kelompok aliran sesat ini juga sering menimbulkan resiko yang mungkin tidak berhubungan dengan aspek ekonomi tersebut, dan mengancam korbannya untuk menuruti kemauan kelompok mereka kalau masih menginginkan masa depan mereka, atau kalau tidak, maka resiko tersebut akan dimaksimalkan.
Tidak jarang kehidupan pribadi akan dipengaruhi kalau berhubungan dengan kelompok aliran sesat. Hal ini terjadi pada keluarga Alisa. Suami Alisa, sebut saja Daus, pergi meninggalkan Alisa ketika dipindah tugaskan ke Batam, setidaknya itu yang diketahui oleh Alisa. Tapi ternyata bukan hal itu yang membuat Daus pergi meninggalkan keluarganya. Entah bagaimana, Daus terlibat aliran sesat yang mensyaratkan dia menceraikan istrinya dan meninggalkan anaknya karena kalau tidak ancamannya nyawa istri dan anaknya. Ketika Daus pergi dan ternyata tidak juga pulang, Lisa tidak mengetahui kalau suaminya mendapat masalah dan ketidakpulangannya bukan karena keretakan hubungan dia dan suaminya. Di Batam, Daus memang bekerja dan masih mencari nafkah untuk Lisa dan anaknya, tapi ancaman terhadap masa depan Lisa dan anaknya membuatnya berpikir untuk bertemu mereka kembali. Dia pun hanya bisa mengirimkan uang setiap bulan kepada Alisa. Alisa hanya bisa mengetahui kabar Daus dari teman-teman sekantor Daus yang ternyata penyebab kenapa Daus bisa terlibat aliran sesat tersebut. Dari mereka Alisa mendapat kabar kalau Daus ternyata mempunyai wanita lain, sebut saja SA. Dari mereka pulalah Alisa mengenal IS karena mereka satu kamar hotel ketika kantor Daus mengadakan seminar dan mengundang Alisa. Alisa dan IS tidak tauk kalau kabar tersebut hanya rekaan dari kelompok mereka dan SA adalah salah satu pengikut dari kelompok tersebut. Lalu, apa yang menyebabkan Daus, SA dan IS berpikir kalau yang mereka lakukan adalah yang terbaik untuk masa depan Alisa dan anaknya?
Daus. Ketika Daus pergi ke Batam, dia berpikir kalau dia mengikuti kemauan kelompok tersebut maka dia akan bisa memenuhi kebutuhan hidup Alisa dan anak-anaknya dikemudian hari. Daus juga berpikir kepergiannya hanya sementara, karena kelompok tersebut meyakinkannya kalau suatu saat dia bisa kembali sambil membawa hasil jerih payahnya. Daus positif thinking karena kelompok tersebutlah yang memperkenalkan dirinya dengan Alisa beberapa tahun yang lalu dimana ketika itu Alisa sedang kena masalah. Tapi seiring berjalannya waktu selepas kepergiannya ke Batam, kelompok aliran tersebut malah berusaha memisahkan dirinya dengan keluarganya. Dia tidak bisa berkomunikasi dengan Lisa dan diapun dikungkung dengan berbagai ancaman, bahkan dia harus menceraikan Lisa apabila ingin Lisa dan anaknya selamat. Beberapa kali Daus sebenarnya mengunjungi Alisa tapi tanpa sepengetahuan Alisa. Daus pun diancam kalau dia tidak berbohong atas hubungannya dengan SA maka semua teman-temannya didalam kelompok aliran tersebut akan dipersulit masa depannya dan SA akan diceraikan oleh suaminya. Solusi yang kemudian diberikan oleh kelompok tersebut adalah "take more money" karena bisa digunakan untuk membekali Alisa dan anaknya dikemudian hari, dan sebuah janji "we'll be taking a good care of Alisa and her kid". Its promises on top of broken promises, yang berarti Alisa dan anaknya dititipkan kepada kelompok aliran tersebut dengan penjaminan yang palsu dan dengan uang suapan. Dari sini saja sudah terlihat ketidak-konsistensian kelompok aliran sesat ini, dengan menyuruh pemegang amanah atas Alisa dan anaknya untuk menjual masa depan mereka demi mendapatkan masa depan mereka. Inikan seperti bernapas dengan menghirup dan mengeluarkan udara secara bersamaan.
IS. IS sebenarnya orang baru di kelompok tersebut. Dia diperkenalkan kepada Lisa untuk membantu Lisa yang bernasib sama dengan dia. IS diutus untuk mengajarkan, memperlihatkan sesuatu kepada Lisa. Dia merasa kelompok tersebut sudah membantunya di masa-masa sulit dan telah menuntunnya menempuh jalan yang benar dan IS ingin melakukan hal yang sama untuk orang lain lewat kelompok tersebut. IS sekarang sudah bekerja setelah dibantu kelompok tersebut dan bisa menghidupi anaknya yang masih kecil. Tapi, yang IS tidak tauk adalah masa-masa sulit yang dia alami sebenarnya disebabkan oleh kelompok aliran yang sama. Merekalah yang menjadi penyebab keretakan di keluarganya sehingga IS harus mencari solusi untuk menghidupi anak-anaknya. Tapi berbeda dengan Alisa, IS mempercayai isu yang dilontarkan kelompok ini dan membalas kelakuan suaminya dengan menanggapi telepon-telepon dari teman prianya yang berasal dari kelompok tersebut, sehingga keretakan rumah tangganya tidak bisa dibendung lagi.
SA. SA hanya mengerti kalau dirinya dipergunakan untuk memisahkan Daus dan Lisa karena Daus harus konsentrasi di pekerjaannya dan untuk menguji kesetiaan Lisa terhadap Daus. Dia merasa kelompok aliran tersebut bertujuan baik yaitu untuk kelangsungan hidup Lisa karena SA dan keluarganya juga menggantungkan hidupnya pada kelompok tersebut. SA merasa timbal balik yang dia berikan untuk kelompoknya ditujukan untuk kepentingan bersama. SA pun takut kalau dia tidak menurut, maka masa depan suaminya yang juga menjadi pengikut kelompok tersebut bisa berantakan dan suaminya merasa SA tidak menurutinya karena tidak percaya lagi padanya sehingga dapat berakhir pada perceraian (ingat kalau cinta berarti saling berusaha untuk memberikan keinginan dan kebutuhan pasangannya dan menyenangkannya).
Sementara itu, yang lainnya yaitu pengikut aliran tersebut yang kepentingannya terhadap Alisa sangat kecil, tetapi mereka justru mengambil peranan terbesar. Mereka memaksa masuk kedalam kehidupan Alisa setelah si pemegang amanah yaitu Daus, menitipkan Alisa dan anaknya kepada kelompok tersebut. Yang lainnya ini hanya mengetahui bahwa aksi yang mereka lakukan kepada Alisa adalah krusial untuk kelangsungan hidup mereka bersama (termasuk Alisa dan anaknya). Pintu fitnah yang terbuka lebar akibat adanya pemaksaan kebohongan antara SA dan Daus dipakai untuk mengintimidasi Lisa. Sementara, kalau mereka tidak melakukannya, maka mereka bisa dikeluarkan dari kelompok dan masa depannya tidak lagi disokong oleh kelompok tersebut. Kemapanan yang mereka cita-citakan hilang. Para pengikut kelompok ini tidak akan berani mengkonfrontir informasi yang mereka terima kepada Alisa, apalagi mengatakan hal yang sebenarnya, mereka harus menjaga kondisi supaya fitnah tersebut bisa langgeng seperti harapan langgengnya masa depan mereka. Sadar atau tidak, mereka dengan sengaja memakan hasil uang dari fitnahan dan memberi makan keluarganya dengan hasil dari fitnahan tersebut, karena mereka dengan sengaja mempercayai info tersebut atau melanggengkan info tersebut. Masalahnya kemudian, aliran sesat yang seperti apa yang menaungi mereka karena ada berbagai macam aliran sesat dimana masing-masing mempunyai aturan main sendiri.
Alisa vs. masa depan orang banyak ini sebenarnya adalah hubungan yang ga make sense, karena sebenarnya tidak ada hubungan antara aksi terhadap Alisa dan keluarganya dengan kelangsungan hidup mereka. Bagaimana kemudian sebuah aksi pelucutan amanah seseorang dengan konsep "titipan" dan pelancaran fitnah dengan menempatkan orang tengah seperti SA, bahkan pemaksaan terhadap Daus untuk menceraikan Alisa, dapat menghasilkan masa depan yang mengcover kebutuhan kelompok tersebut. Tanpa sadar mereka sudah mematok harga untuk kehidupan mereka, yaitu hidup orang lain. If life is valued by another life, keresahan masyarakat terjadi karena kelompok tersebut mulai memangsa para korbannya, seperti Alisa. Yang tidak masuk akal juga adalah, mereka berpikir kalau hal yang mereka lakukan adalah kecil karena "hanya" menyangkut nasib Alisa dan anaknya. Padahal tidak demikian, karena ketika perlakuan terhadap Alisa dijadikan syarat untuk masa depan kelompok tersebut, maka langkah yang mereka lakukan bukan satu langkah kecil untuk menentukan nasib Alisa dan Daus, tapi satu langkah besar akumulatif karena dilakukan oleh sekian banyak pengikut aliran tersebut untuk merubah nasib dan masa depan sekian banyak pengikut tersebut. Dan satu langkah besar dari sebuah kelompok aliran yang dianggap sesat pastinya sebuah langkah yang crucial dalam mencapai tujuan aliran sesat tersebut, yang bisa saja merupakan tujuan tersembunyi dari pemimpin aliran tersebut yang mungkin berbahaya. Mungkin akan ada alasan lain yang mengatakan kalau kelompok tersebut melakukan aksi karena mendapat ancaman bahwa jika tidak dilakukan maka keluarga Alisa akan berada dalam bahaya. Kalau menurut pendapat gue pribadi, kalau Daus yang mengatakan hal tersebut maka hal tersebut masih bisa diterima akal. Tapi kalau dikatakan oleh orang lain dimana tidak mungkin mereka menjaga Alisa (menjaga diri sendiri dan keluarganya saja sudah cukup repot) maka bentuk kepedulian mereka adalah sebuah pepesan kosong. Ketika sekelompok orang yang cukup banyak, yang mampu melakukan sesuatu yang berarti terhadap sumber masalahnya, maka mempermasalahkan dan memperlakukan Alisa yang cuma korban sebenarnya tidak bisa dijadikan alasan. Mungkin pula alasan lainnya adalah mereka ingin menjaga keselamatan keluarga mereka, tapi, didalam sebuah kelompok aliran sesat keselamatan adalah hanya sebuah jaminan, dimana yang tercover adalah kerugiannya ketika terjadi sesuatu dan bukan keselamatannya (seperti asuransi). Malah keselamatan keluarga mereka sebenarnya dipertaruhkan ketika mereka masuk kedalam aliran sesat tersebut karena yang namanya penjaminan sangat rentan terhadap aksi ambil untung dan keserakahan.
Kelompok aliran sesat ini merangkai masa depan dengan menggunakan happiness daripada represi, menuju tujuan jangka panjang dengan menggunakan langkah-langkah praktis dan mudah, dan menggunakan pengorbanan (mengorbankan orang lain atau dirinya) daripada berusaha sendiri. Resep yang dibutuhkan untuk mengumpulkan orang-orang yang super egois dalam satu kelompok. Hanya pemikiran positif yang ditimbulkan bahkan ketika kelompok aliran ini mulai aktif melakukan agresi terhadap seseorang bahkan terhadap kelompok tertentu dengan sembunyi-sembunyi. Padahal, banyak aliran sesat menggunakan sistem kontrak seumur hidup bagi para pengikutnya, sehingga apapun yang dihasilkan dari kegiatan mereka di dalam kelompok tersebut akan selalu dibawah kendali kelompok tersebut. Dan, apabila ternyata seorang psikopat yang memimpin aliran tersebut, maka keselamatan bersamalah yang menjadi resikonya.
Ketika kita bicara akan masa depan dan kemapanan, dan bersedia melakukan apa yang diperintahkan untuk mencapainya, maka akan ada nilai-nilai yang hilang. Nilai-nilai yang hilang ini terkadang adalah nilai yang sangat berharga dalam posisi kita sebagai manusia, yang seharusnya tidak hilang atau tergantikan karena dapat merusak sendi-sendi kehidupan. Tapi, karena nilai-nilai tersebut tidak berwujud, maka terkadang seseorang dengan mudah melepaskannya hanya karena alasan-alasan yang mereka anggap positif seperti kemajuan masa depan mereka. Masalahnya pada aliran sesat, penghilangan nilai yang tidak berwujud ini secara perlahan diarahkan untuk penghilangan hal yang berwujud yang bisa jadi yang berwujud tersebut adalah ciptaanNya.
Konsep Properti dan Kebendaan Dalam Kebebasan
Konsep bahwa mahluk hidup adalah properti atau sesuatu yang bisa dimiliki adalah salah satu sifat manusia yang tidak bisa dihilangkan dan sudah berlangsung selama ribuan tahun dan akan selalu ada. Dalam agama gue sendiri perbudakan ada dan tidak dilarang, dimana perbudakan didalam agama gue jelas memandang budak sebagai orang yang tidak bebas. Pada aliran sesat, konsep-konsep yang menempatkan makhluk hidup sebagai properti diberikan pada orang yang bebas. Konsep kebendaan seperti: titipan, perantara, pinjaman, penjaminan, pengadaan, pengganti, utang-piutang, deadline, penjadwalan, pengujian, dipertontonkan (dipamerkan), ekploitasi, manipulasi dan mungkin lebih banyak lagi, diberikan untuk orang-orang yang bebas yang bukan budak. Inilah yang membuat aliran sesat berbahaya karena berusaha mendegredasikan kekuasaan Tuhan YME terhadap orang-orang yang bebas.
Dari kasus diatas, gue sudah perlihatkan bagaimana konsep titipan, perantara dan pinjaman diperlakukan kepada seseorang oleh para pengikut aliran sesat. Ketika SA "dipinjamkan" untuk Daus, SA berada di posisi dimana tidak seharusnya dia berada. Mungkin persepsi SA sendiri mengatakan bahwa hal tersebut tidak berbahaya, karena yang dia hadapi adalah Alisa, seorang perempuan juga. SA tidak sadar bahwa dalam posisi dia yang sudah keluar jalur, Alisa bukanlah satu-satunya yang dia hadapi dan berurusan. Dalam posisi tersebut, SA sudah bersedia melibatkan dirinya lebih dalam dengan kelompok aliran sesat ini dan berurusan dengan mereka. Dan dari mereka inilah resiko bahaya terbesar berasal.
Intimidasi yang dilakukan oleh aliran ini menggunakan penjaminan masa depan terhadap korbannya sehingga aksi yang dilakukan tetap dilihat sebagai hal yang positif. Atau ditujukan untuk perbaikan dan perubahan kearah yang lebih baik untuk para korbannya, sehingga pelaku merasa melakukan hal yang baik. Kalau dilihat analoginya adalah seperti asuransi, barang dijaminkan oleh seseorang sehingga dia mendapat premi, dan apabila barang tersebut dikemudian hari rusak, maka orang tersebut harus menanggung resiko polisnya. Ketika para pengikut kelompok aliran ini melakukan aksinya kepada Alisa, mereka berpikir positif bahwa perlakuan mereka akan membawa kebaikan kepada Alisa. Mereka bahkan "berani" menjamin masa depan yang lebih baik untuk Alisa dan anaknya dengan perlakuan yang mereka berikan. Merekapun mendapat sesuatu (premi) dari keberanian mereka memberi perlakuan yang seakan-akan menjamin Alisa kearah yang lebih baik. Masalahnya adalah, yang dijaminkan masa depannya bukan barang, tapi orang. Dan apabila terjadi sesuatu pada Alisa dan anaknya dikemudian hari, kira-kira resiko polis seperti apa yang harus mereka bayar? Ingat kalau materi dan kesempatan yang mereka dapatkan adalah seperti premi hasil dari perlakuan khusus mereka terhadap Alisa dan anaknya, apakah polis ini akan sepadan dengan premi yang mereka terima? Ditambah lagi Alisa dan anaknya harus hidup tanpa Daus sekarang, sehingga tidak ada lagi pengemban amanah untuk keduanya. Makanya, coba dipikirkan lagi kalau kita ingin berbuat sesuatu kepada seseorang (yang bukan tanggung jawab kita) berdasarkan jaminan kebaikan yang diberikan. Bisa jadi hal tersebut dimaksudkan untuk mencederai kita sendiri dan mungkin orang lain.
Perspektif positif mengenai konsep kebendaan seperti pengganti yang lebih baik, juga dapat dipakai untuk memandang orang sebagai properti. Daus misalnya, rupa-rupanya dia kenal dengan seseorang yang istrinya meninggal mendadak dan Daus mencurigai kalau kematian tersebut tidak wajar karena berhubungan dengan kelompok aliran tertentu. Walaupun masa depan duda ditinggal mati tersebut menjadi lebih maju dan mendapat istri yang lebih cantik dan lebih pintar, hal tersebut tidak dapat menjadi sebuah pembenaran akan pelepasan amanah untuk kearah yang lebih baik. Apalagi ketika hal tersebut dipertontonkan kepada publik dan orang awam dengan tujuan menyesatkan mereka. Daus mungkin tidak setuju, tapi orang awam akan melihatnya sebagai sebuah anugrah yang datang dari langit setelah sebuah kepedihan/musibah. Aliran sesat menganggap akan selalu ada pengganti yang lebih baik dari sebuah kehilangan karena kesalahan-kesalahan fatal yang dilakukan yang tidak bisa diperbaiki atau ditindaklanjuti. Pemikiran tersebut bisa dikatakan melawan Tuhan dengan memberikan reward ketika kita tidak menjaga anugrah atau amanah yang kita terima.
Untuk para penganut aliran sesat, batasan yang digunakan bukan ajaran dan aturan hukum, tapi deadline, yaitu batasan waktu akan sesuatu hal. Dengan batasan waktu ini mereka tidak akan peduli hal apa yang telah atau akan mereka lakukan, mereka hanya mengerti kapan hal tersebut dimulai dan diakhiri. Ketika IS berteman dengan Alisa, dia diberitahu kapan harus memulai dan sampai berapa lama pertemanan tersebut. Ketika batas waktu berakhir, IS akan mendapat alasan dari kelompoknya (dengan menggunakan kondisi) untuk meninggalkan Alisa sendiri dengan permasalahannya (yang semakin bertambah dengan hadirnya IS). IS tidak akan mau tauk dengan masalah yang dia buat terhadap Alisa, dia percaya semua akan ditangani oleh kelompoknya. Mereka juga menggunakan konsep seperti penjadwalan dalam pertemanan IS dan Alisa. IS ditentukan hanya boleh bertemu Alisa pada hari kerja dan sabtu, tidak boleh pada hari minggu, dan IS tidak boleh mempertanyakan mengenai hal ini.
Konsep utang piutang seperti hutang budi juga digunakan untuk mengungkung para pengikutnya pada tugas-tugas yang harus mereka lakukan. Daus menerima banyak sekali hal yang tidak perlu untuk menjalin hubungan dengan Lisa dan untuk mengeluarkan Lisa dari masalah, sehingga keduanya terhubung dengan hutang budi yang harus dibayarkan tersebut.
Para pengikut kelompok aliran yang dianggap sesat memang sangat mematuhi pemimpinnya sehingga mereka mau melakukan apa saja untuk kelompok tersebut. Hal ini seperti sebuah bentuk pengadaan, dimana setiap anggota kelompok "selalu bisa dipakai" sesuai kebutuhan, baik untuk aktivitasnya atau bahkan untuk merubah nasib seseorang. Kesetiaan yang seperti ini berbahaya karena akan merongrong masyarakat dari dalam.
Alasan untuk melakukan pengujian terhadap seseorang juga sering dipergunakan ketika sebuah kelompok sesat ingin memaksakan sebuah tindakan terhadap orang tersebut. SA misalnya, terjebak pada keinginan untuk menguji kesetiaan Lisa terhadap Daus. IS juga terjebak pada sebuah pengujian oleh kelompoknya agar bisa masuk ke kelompok tersebut.
Kelompok aliran sesat juga senang memanfaatkan dan mengekspos kelemahan seseorang. Terkadang seseorang bahkan dimanipulasi (kalau orang tersebut mudah dipengaruhi) atau dieksploitasi (kalau orang tersebut posisinya lemah). Kalau dalam contoh diatas maka SA dan SI adalah orang-orang yang dimanipulasi, sementara Alisa adalah orang yang dieksploitasi. Gue sendiri berpendapat yang menjadi masalah adalah bukan psikologi seseorang sehingga dimungkinkan terjadinya manipulasi dan eksploitasi, tapi kenyataan kalau uang dan kekuasaan bisa berbicara lebih banyak, sehingga manusia menjadi tidak berharga dan rentan terhadap manipulasi dan eksploitasi tersebut.
Ketika manusia sudah diperlakukan dengan menggunakan konsep-konsep kebendaan (properti), akan lebih mudah untuk sebuah kehilangan, baik itu kehilangan atas dirinya sendiri atau kehilangan atas orang lain.
Bersambung...
Sanggupkah? Ketika kita kehilangan hal yang besar seperti ciptaan Tuhan YME?
0 comments:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.