My Facebook

not shown

Rabu, 14 Maret 2012

Para Srikandi Diujung Tanduk

Perempuan, dari bahasanya saja kata tersebut sudah memberikan persepsi elegan jika dibandingkan dengan lawan katanya. Adalah hal yang bijak untuk menganggap wanita sebagai sosok yang elegan karena perempuan memang selalu tertarik memperindah dirinya baik dalam hal perilaku, tata krama, perkataan dan ...(gue ga tauk apa ini yg terpenting sekarang)penampilan. Bahkan ketika sosok yang elegan tersebut berada dalam posisi yang terburuk, lingkungan masih melihat sosok perempuan tersebut sebagai sosok yang elegan. Seperti ketika seorang perempuan menjadi terpidana, lingkungan (dan perempuan) masih mendambakan sosok penampilan, tata krama dan perkataan yang anggun seberat apapun dakwaan atas tindakan yang dilakukannya. Contohnya saja perempuan pelaku pembunuhan yang digambarkan seperti sosok Uma Thurman dalam Kill Bill oleh media masa, bagaimanapun Thurman adalah sosok yang elegan dengan rambut pirangnya walaupun dia memegang senjata. Persepsi kita masih terus dibawa untuk mengharapkan sosok perempuan sebagai sosok yang elegan.

Tapi, pernahkah terpikirkan kalau tuntutan yang demikian itu berat rasanya dipikul seorang perempuan, kalau kemudian kita dihadapkan pada kenyataan, bahwa lingkungan pulalah yang terkadang menuntut perempuan melakukan tindakan-tindakan yang tidak elegan untuk dilakukan oleh seorang perempuan. Lingkungan juga yang memberi dorongan dan kesempatan yaitu dengan tidak adanya perlindungan sehingga perempuan melakukan hal-hal yang tidak wajar untuk menyokong hidupnya. Perlindungan yang seharusnya ada ketika hukum dan aturan ditegakkan. Terkadang banyak "orang pintar" sadar dan mengerti bahwa yang pertama akan terkena imbas dengan tidak adanya perlindungan tersebut adalah perempuan dan anak-anak. Tapi banyak juga diantara yang pintar ini kemudian menuntut dan terkadang menekan perempuan dan anak-anak untuk bisa menjaga dirinya sendiri dengan cara mampu menerawang dan mengantisipasi suatu keadaan, mampu menolong dirinya sendiri secara mandiri, mampu membela dirinya sendiri ketika mendapat kesulitan, mampu mempunyai inisiatif dalam sebuah tindakan dan lain sebagainya. Ironinya, tuntutan tersebut yang awalnya terdorong karena tidak adanya perlindungan atas hukum dan aturan yang berlaku, kemudian malahan membawa mereka ke jurang yang lebih dalam lagi. Perempuan dan anak-anak, dituntut sebagai peramal, psikolog, pahlawan, pengacara dan inisiator dalam kehidupan yang mereka jalani, padahal ini bukan kapasitas mereka. Gue bukannya mengatakan bahwa kaum yang dianggap lemah ini tidak mampu, tapi tidak pada tempatnya menuntut wanita padahal tindakan-tindakan tersebut jika dilakukan gegabah karena adanya tekanan, justru akan melibatkan mereka kepada interaksi lebih dalam lagi ke sistem yang tanpa perlindungan ini. Andaikan mereka punya keahlian dan kepintaran sesuai tuntutan-tuntutan tersebut pun, mereka masih kaum yang lebih vulnerable dibandingkan dengan kaum pria didalam sistem yang sekarang ini. Kesetaraan adalah hal idealis dan tidak realistis karena secara tidak proporsional berusaha ditegakkan tanpa adanya usaha untuk menegakkan perlindungan dan payung atas hukum dan aturan yang berlaku. Gampang aja sih logikanya, hukum tidak ditegakkan, maka yang jahat akan berwarna abu-abu. Tidak mudah untuk tidak terjebak kedalam wilayah abu-abu ini. Sesuatu yang terlihat dan berperilaku benign pun dapat sangat berbahaya. Dalam sistem dengan banyak wilayah abu-abu ini, hanya satu yang harus bisa perempuan lakukan, lari. Terlalu banyak orang yang memanfaatkan jalan belakang sehingga situasi menjadi tidak aman, lagipula jaman sekarang gitu loh, perempuanpun bisa juga diserang dari belakang. Nah, ketika perempuan yang merupakan representasi kelompok masyarakat yang harusnya terlindungi terpojok sedemikian rupa tanpa bisa lari, ada satu pernyataan yang harusnya dijawab: is the situation become so bad that everyone now is in danger?      

Bukan hanya dari segi penegakan hukum kesetaraan gender adalah hal yang tidak realistis, tapi, di era globalisasi ini, perisai akan pengaruh global sudah sangat berkurang. Kita ga bisa menyalahkan faktor eksternal yang bisa sangat vulgar memaparkan perempuan dari sisi fisik maupun psikisnya, bahkan cenderung obsesif gue bilang (jujur aja gue ga tauk mana yang lebih sakit, perempuannya yang mengekspos dirinya dengan vulgarnya atau perilaku obsesif yang ditunjukkan oleh penyimaknya yang mau tahu masalah orang). Masalahnya, kemana perisai yang sudah berusaha kita bangun semenjak kemerdekaan kita. Jangankan perisai, filter yang kita punya aja sudah tidak mampu membendung budaya hedonis, materialistis dan kapitalis yang dibawa asing yang bahkan sudah merambah ke bidang sosial, politik, budaya bahkan agama sekalipun. Lintas sektoral lah pokoknya kalau kita bicara dunia gemerlap dan konsumerisme. Perempuan setelah dugem kecelakaan mobil, wah baru saja dua kecelakaan parah terjadi yang melibatkan dua perempuan setelah malamnya berpesta. Apa kemudian perempuan bisa disalahkan sepenuhnya atas kecelakaan tersebut? Gue bilang tidak. Ada hal-hal yang tidak dibenahi yang mengakibatkan kecelakaan tersebut terjadi dan hal tersebut bukan dari sisi lalinnya atau sisi perempuannya. Coba pikirkan sendiri hal-hal tersebut sebelum menyacat habis perempuan yang terlibat dalam kecelakaan tersebut.

Tidak bisa dipungkiri bahwa perempuan memiliki perspektif yang berbeda dengan laki-laki. Dari kecil hal tersebut sudah terbentuk secara perlahan. Naluri dan sensitifitas perempuan sangat peka dan kuat sehingga tidak mungkin dia mengabaikan perbedaan yang harfiah tersebut. Bahkan seorang tomboy ketika kecil akan beralih menjadi wanita dewasa yang menginginkan untuk merawat dan mempercantik penampilannya. Jarang sekali sampai dewasa masih tomboy, pasti jadinya perempuan juga. Makanya, sedih juga ketika melihat perempuan-perempuan tiba-tiba menghiasi halaman depan surat kabar dengan inisialnya ditulis besar-besar atau malah langsung namanya. MD, NN, AS, DA... . Seakan-akan para perempuan ini menodongkan senjata kearah gue sambil mengatakan "serahkan kredibilitas mu sebagai perempuan." Apa memang cuma gue yang merasa terancam akan hal ini? Apa persepsi gue mengenai perempuan sedang dirubah? Gejala apakah ini ketika adalah hal yang normal melibatkan perempuan dalam usaha tipu-menipu bahkan dengan izin dari suami atau orang terdekatnya sendiri? Benarkah sudah semurah ini harga perempuan dimata masyarakat?

Sebagai perempuan, ada banyak faktor intrinsik didalam diri perempuan itu sendiri yang sebenarnya merupakan hambatan untuk perempuan melakukan hal-hal yang terlarang. Misalnya saja faktor fisik, rasa takut, naluri keibuan, perasaan yang halus dan banyak hal lainnya. Walaupun begitu, banyak pula faktor intrinsik yang bisa mendorong perempuan untuk bertindak keluar jalur. Salah satunya adalah keinginan untuk dilihat lebih indah. Perempuan sering sulit melawan temptation akan hal-hal yang bersifat materi karena menghadirkan rasa yang menyenangkan. Perempuan juga membawa perasaan atau emosi tersebut ke hal-hal yang membutuhkan profesionalisme, sehingga mempengaruhi keputusan mereka untuk tetap lurus. Ketika merasa ada yang membutuhkannya, perasaan dia jadi senang sekali dan membiarkan dirinya dimanfaatkan walaupun sudah tidak pada tempatnya. Faktor lainnya adalah perempuan secara harfiah lebih suka ikut-ikutan karena memang mereka biasanya dipimpin sehingga lebih mudah mengikuti arus walaupun kemudian arahnya udah ga bener. Mereka gampang mempercayakan diri mereka terhadap figur yang mereka pikir mempunyai sosok pemimpin (cewek tuh biasanya nunjuk jari kedepan, sementara cowok nunjuk jari keatas, ya ga? kalau sekelompok cowok nunjuk jarinya kedepan...perlu dikasih gayung kali!). Makanya gue rasa perempuan lebih baik menahan diri untuk tidak terlibat dengan alasan apapun pada laki-laki yang bukan pasangannya atau keluarganya, walaupun tindakannya dirasa bermanfaat. Manfaat apa sih memangnya yang bisa didapat dari orang yang bukan haknya untuk menuntut hal yang manfaat tersebut? Perasaan insecure pada perempuan juga dapat membawa perempuan untuk menggunakan jalan yang menurut dia paling aman, yaitu yang menurut persepsinya adalah jalan yang tercepat dan termudah. Ketika kemudian ada masalah, perasaan insecure ini jugalah yang akan membuat dia cenderung mempertahankan dirinya dengan segala cara, termasuk dengan berbohong. Semakin ditekan, maka dia semakin mendapat justifikasi untuk melancarkan kebohongannya yang malah melilit dirinya lebih jauh lagi. Hal yang demikian banyak terjadi pada perempuan yang pada akhirnya bisa dimanfaatkan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab.
                   
Kalau sudah ga bener begini, ketika konsekuensi atas tindakannya harus bentrok dengan lingkungan dan dirinya sendiri yang masih menuntutnya untuk tampil elegan, apakah bentrokan tersebut tidak menjadi sebuah pelajaran yang buruk bagi masyarakat umumnya dan perempuan khususnya? Tidak heran kalau banyak perempuan kemudian melakukan hal yang ekstrem seperti memilih model rambut cepak, yang selain karena mode, mungkin sebagian juga melakukannya sebagai pernyataan kalau mereka ingin keluar dari tuntutan elegan tersebut, karena apa yang mereka kerjakan sebenarnya sudah tidak didasarkan pada tindakan-tindakan yang elegan lagi. Apabila kemudian respon masyarakat terhadap tindakan-tindakan yang tidak elegan ini hanya sebatas menghukum para perempuan dan anak-anak yang terlibat, tanpa membenahi masalah yang melatarbelakanginya, maka bisa jadi perempuan dan anak-anak akan semakin keras dan kebal, menganggap tindakan yang tidak elegan tersebut hal biasa dan menerima setiap konsekuensi yang menyertainya. Begitupun persepsi masyarakat, bisa saja mereka berubah pikiran dengan menganggap perempuan dengan sosok yang anggun tersebut adalah sebuah kebalikan didalamnya. 

Adalah ironi juga ketika seorang perempuan yang berusaha untuk memenuhi tuntutan masyarakat, dimana dia harus mengambil keputusan sendiri, justru kemudian malah membuatnya harus berhadapan dengan sisi masyarakat yang masih meragukan kemampuan perempuan dalam mengambil keputusan. Padahal banyak pula dari para peragu ini yang hanya bisa melihat kulit luarnya saja. Hal-hal yang demikian masih banyak terjadi dan terkadang masuk keranah pribadi dimana sangat sulit perempuan untuk menjelaskannya. Fitnahpun kemudian berkembang tidak terkendali tanpa ada yang peduli untuk mengetahui apa sebenarnya yang terjadi. Gue masih banyak melihat kejadian dimana ketika seorang perempuan harus berhadapan dengan sosok figur yang dimata masyarakat adalah sosok yang baik dan mumpuni maka perempuannyalah yang kemudian dicecar ketika ada permasalahan. Padahal bisa saja kan sosok yang baik, agamis dan mumpuni tersebut melakukan tipu muslihat terhadap perempuan tersebut? Gue aja sering kok berhadapan dengan persepsi masyarakat yang seperti itu akan suatu hal atau kesempatan dan cukup sulit untuk menjelaskan kalau yang gue hadapi adalah sebuah tipuan dan jebakan yang harus gue hindari.

Ranah pribadi perempuan terkadang menjadi sasaran empuk para perompak yang sebenarnya tidak punya urusan dan tidak mau urusan atas perempuan tersebut. Para perompak ini tidak sadar kalau perempuan sudah cukup vulnerable didalam sistem yang ada sekarang. Kalau ada yang merasa bahwa perempuan adalah urusan mereka, maka tegakkan amanah, yang bisa mereka lakukan adalah tegakkan aturan main yang jelas dan apa hukumnya ketika mau berurusan dengan perempuan (terlebih dalam hal agama). Tidak bisa sembarang orang sok tahu yang merasa bisa "membantu" tanpa mengerti kedudukan dia sebagai apa, orang lainkah, atau kerabatkah. Jangan asal menuntut perempuan seenak perutnya seakan-akan perempuan tersebut adalah amanah bersama, hanya dua orang yang bisa punya amanah atas seorang perempuan: ayah dan suami. Bahkan ketika terjadi perbuatan yang melanggar, hanya pihak peradilan yang berhak menuntut perempuan tersebut, yang lain, ngaca dulu kali apa dia tidak melihat ketamakan didalam dirinya ketika dia berusaha mengambil jatah dari amanah orang lain untuk kepentingan pribadinya.

Ada banyak kasus dimana ketika seorang perempuan sedang bermasalah, maka banyak sekali "figuran" yang ikut main di air keruh. Sebagai anggota masyarakat malu juga gue melihat banyaknya publik figur(an) yang ikut nimbrung, padahal gue yakin mereka tidak punya kapasitas dan kualitas untuk bicara apalagi menyenggol-nyenggol kehidupan permpuan yang bersangkutan. Terkadang mereka cuma berkata satu dua patah kata atau melakukan satu hal saja, tapi kesimpulan yang dapat dibuat dari perbuatan dan perkataan mereka itu panjang sekali dan subyektif. Entah informasinya bersumber dari mana. Kayaknya spirit infotainment yang seperti ini harus dihilangkan deh. Alih-alih menyederhanakan dan menyelesaikan masalah, orang lain yang main keroyokan tersebut malah menambah masalah baru dengan mendegradasikan (kalau tidak bisa dibilang merendahkan) kekuasaan pemegang amanah yang sebenarnya, yaitu ayah atau suami dari yang bersangkutan. Akibatnya bisa ditebak, hilangnya perlindungan untuk perempuan yang bersangkutan karena perempuan tersebut terlempar ke luar dari lingkungan keluarga dan masuk ke dalam arena yaitu lingkungan luar yang belum tentu mampu menjaga dia.        

Apabila lingkungan masih mengharapkan perempuan sebagai sosok yang elegan, ayo benahi dulu sistemnya. Sementara itu, jangan berharap terlalu banyak dari individu seorang perempuan hanya karena kalian terus menerus disuguhi sosok-sosok perempuan yang ideal. Sosok yang ideal alias super biasanya hanya memuaskan nafsu atas uang, kekuasaan dan kemenangan duniawi saja, dengan disokong oleh kesempatan untuk mengekspos dirinya. Tapi yang ideal belum tentu didasarkan pada realitas yang terjadi di masyarakat. Sosok yang ideal pasti akan menjadi milik publik, milik umum, padahal masyarakat membutuhkan orang-orang yang punya keseharian sama dengan mereka tapi mempunyai keahlian yang berbeda. Ya, mereka cuma butuh keahlian yang bisa menyediakan solusi bagi permasalahan mereka dan bukan ambisi dan kreativitas yang malah bisa berbalik mencelakakan mereka. Lagipula, daripada sosok-sosok ideal, masyarakat pada umumnya dan perempuan lebih membutuhkan kepemimpinan yang bisa menjaga mereka untuk tidak terjebak pada realitas yang berkembang. Ok, mungkin beberapa perempuan memang mampu mewujudkan sosok yang ideal dan mereka berhak mempertontonkannya, tapi rasanya tidak fair kalau kemudian membiarkan perempuan lain yang terpaku pada sosok ideal tersebut berjibaku agar menjadi sosok yang ideal yang akhirnya malah mengarahkan dia ke hal-hal yang tidak diinginkan (Idol is a new kind of bribery). Pada kenyataannya, mimpi yang ideal tersebut terkadang sama saja dengan mimpi memenangkan lotere, untung-untungan dan untuk kemenangan sesaat. Dan sepertinya, nasib seorang perempuan jauh lebih berharga dari pada sebuah lotere yang ditunggu-tunggu untuk menang.

Jadi, hal yang terakhir yang ingin gue tegaskan disini, jangan meneror perempuan dengan tuntutan-tuntutan yang tidak berujung hanya karena ujung permasalahannya tidak mampu diperbaiki. Yang pantas untuk dikeroyok itu permasalahannya dan bukan si korbannya. Jangan menuntut perempuan untuk tegas ketika ternyata banyak yang main belakang dengan peraturan dan hukum sehingga ketegasannya tidak bisa mempunyai sasaran yang jelas. Jangan juga gampang menyalahkan perempuan ketika kepemimpinan masih pletat-pletot ga karuan. Jangan pula mengharapkan perempuan jadi malaikat, karena perempuan ya "cuma" perempuan. Apa gue terlalu banyak nuntut? Mungkin ya, tapi jika nasib para srikandi ini ada diujung tanduk, maka gue yakin nasib bangsa ini pastinya juga sedang berada diujung tanduk. Dan gue ga mau bangsa gue tergelincir ke jurang yang terdalam. If the shield is failing, the gun will point directly at us, and it already happen!

Oya, satu lagi yang merupakan serangan terberat untuk perempuan adalah bagaimana angka kematian ibu melahirkan dan angka kematian neonatal/perinatal di Indonesia, apakah semakin meningkat atau tidak. Jika memang meningkat, maka perlu ada tindakan untuk mencegah hal yang bisa memperparah keadaan ini, itu kalau kita masih ingin punya masa depan.




    The magazine captures her image strangely... . Why is it an orange and not an apple?  

2 comments:

Gue rasa mempermasalahkan gender dalam hal korupsi adalah hal yang relevan, ketika masyarakat luas masih memegang nilai-nilai dimana perempuan adalah sosok seorang ibu sebagai pengasuh dan pendidik anak. Sama halnya dengan relevan atau tidaknya mempermasalahkan pemakaian jilbab atau peci yang digunakan oleh para tersangka korupsi, selama agama masih dilihat oleh masyarakat sebagai perisai yang bisa mencegah hal-hal buruk seperti korupsi.

pengadilan memmvonis arfiani dihkum 15 thn penjara, kalaw klibet mslh laennya lagi dibahas tuh ama media...

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites Gmail More