My Facebook

not shown

Selasa, 05 September 2017

Krisis Kepemimpinan?

Gue bingung, kalau ada perbedaan atau kritik yang berbeda bukankah hal tersebut bisa dimusyawarahkan dan bukan kemudian malah di taruh ke ranah hukum? Bagaimana kepemimpinan bisa teruji jika tidak dapat mencapai mufakat atas sesuatu dan malah adu kekuatan di ranah hukum? Tidakkah negara ini sudah terjadi krisis kepemimpinan?
Bahkan untuk apa sesuatu diperdebatkan di muka publik ketika tidak terjadi permufakatan atas sesuatu yang didebatkan. Yang terjadi malahan perbedaan yang semakin meruncing dan pikiran kotor untuk bermain di wilayah abu-abu diantara dua perbedaan tersebut. Karena terkadang, yang namanya perbedaan bisa ditarik ke dua kutub yang saling bertolak belakang dan sangat umum, seperti perbedaan antara kuat dan lemah, kaya dan miskin serta pintar dan bodoh. Sehingga ketika ada yang bermain diwilayah abu-abu, merekalah yang kemudian menjadi kekuatan de facto yang bisa mengerucutkan dua perbedaan ini. Apapun hasilnya, apakah kemudian yang bodoh yang menang atau yang kaya yang menang, atau tidak ada yang menang sama sekali, atas dikotomi yang terjadi, merekalah yang bermain diwilayah abu-abu ini yang sebenarnya menang dan menjadi kaya sekaligus kuat sekaligus pintar. Pintar bukan? Tapi apakah mereka yang bermain ini punya pemikiran cukup panjang untuk tidak merusak keseimbangan yang ada? Apakah para non-bigotry ini kemudian tidak akan jatuh ke kebigotrian? Bagaimana kemudian sebuah kepemimpinan bisa digerogoti oleh yang berada di wilayah abu-abu ini yang semakin merajalela? Lagipula, perdebatan publik hanya untuk memenangkan secara de facto siapa yang lebih kuat dan pintar dan kaya? Isn't that bigotry? A fat bigotry? Is that the idea of democracy?
Balik lagi ke masalah hukum, memangnya hukum bisa menjadi pemimpin di negeri ini sehingga mampu mempertanggungjawabkan kebijakan-kebijakan yang terjadi di negeri ini? Lalu selanjutnya apa? Apakah persatuan Indonesia bisa ditaruh diatas meja hukum?
Pancasila ada di tangan masing-masing individu warga negara. Pelaksanaan dan perwujudannya hanya ada di tangan warga negaranya. Hukum punya batasan tertentu, jangan kemudian menaruh hal-hal yang tidak jelas atau fuzzy ke wilayah hukum. Tidak semua hal bisa terkuantifikasi, makanya hukum tidak bisa sepenuhnya mengatasi masalah keadilan dan peradaban di negeri ini. Negara ini negara hukum, ya, tapi negara ini juga butuh pemimpin. Hukum yang jelas dan pemimpin yang adil dan bijaksana, ini yang negara kita butuhkan.

0 comments:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites Gmail More